Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menuding defisit sektor jasa transportasi dan asuransi yang dialami Indonesia akibat kebiasaan eksportir yang lebih senang menggunakan jasa perusahaan asing. Pengusaha seharusnya menggunakan sistem Term of Delivery Cost, Insurance & Freight (CIF) guna mengurangi defisit perdagangan nasional.
Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak dalam Konferensi Pers CIF di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (28/2/2014) mengakui defisit jasa transportasi dan asuransi dalam negeri pada tahun lalu memang cukup besar.
Data pemerintah menunjukan, defisit jasa transportasi mencapai sekitar US$ 8,69 miliar atau 78% dari total defisit jasa transportasi dan asuransi. Sementara defisit jasa asuransi mencapai sekitar 9% atau senilai US$ 1,02 miliar.Â
Nus menduga, besarnya defisit jasa transportasi dan jasa ini dipicu kebiasaan pengusaha nasional yang lebih memilih jasa transportasi dan asuransi dari pihak asing.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) dari Januari-Juli 2013, data pemberitahuan ekspor barang 80% ekspor Indonesia dilakukan melalui ToD Free on Board (FOB), 12% Cost and Freight (CFR) dan 8% menggunakan ToD CIF.
Terkait penerapan CIF, Nus menjelaskan, tahap awal pemberlakuan kebijakan baru itu akan dilakukan peningkatan kualitas data ekspor melalui pengisian nilai freight dan nilai asuransi pada formula FEB. Harapannya, kebijakan ini bisa merangsang pertumbuhan industri pengangkutan atau perkapalan dan asuransi dalam negeri.
"Pelaku usaha di bidang jasa hendaknya memanfaakan peluang untuk meningkatkan penerimaan devisa ekspor, mengurangi tekanan neraca pembayaran, menumbuhkan jasa transportasi, perbankan dan asuransi Indonesia serta membuka lapangan kerja," sebut dia.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono menambahkan, sektor jasa transportasi dan asuransi di dalam negeri sebelumnya memang belum mampu bersaing dengan asing. Akibatnya, eksportir memilih menggunakan jasa perusahaan luar negeri.
Seiring waktu, kemampuan industri jasa transportasi dan asuransi dalam negeri sudah mulai bersaing. Meski diakui, kemampuan ini baru terbatas pada komoditas tertentu seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batu bara. "Ini akan membuka peluang bagi pelaku bisnis di bidangnya untuk mengambil potensi pasar ini," terangnya.
Agung menuturkan, kewajiban pengisian CIF pada PEB hanya bertujuan untuk kebutuhan proses pencatatan freight dan asuransi dari kegiatan ekspor. Sehingga tidak mengubah proses bisnis dan transaksi ekspor.
"Nilai transaksi ekspor juga mengikat artinya nilai transaksi harus yang sebenarnya dibayar dan disepakati antara eksportir dan pembeli di luar negeri," pungkas dia. DJBC, tambah Agung, akan mulai memberlakukan penyesuaian tata cara pengisian dokumen PEB sesuai dengan ketentuan pada 1 April 2014.(Fik/Shd)
Advertisement