Beban Pengusaha Batu Bara Makin Berat

Kenaikan royalti batu bara sekitar 10%-13% menambah beban pengusaha tambang batu setelah harga batu bara ini masuh terus melempem.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Mar 2014, 15:54 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2014, 15:54 WIB
batu-bara-140128b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha tambang batu bara merasa terpukul dengan harga emas hitam di pasar internasional yang terus melempem sejak tahun lalu. Kondisi kian berat karena pemberlakuan kenaikan royalti batu bara sekitar 10%-13,5%.

Direktur Utama PT Tanjung Alam Jaya, Noor Cahyono mengatakan, royalti paling memberatkan pengusaha tambang. Pasalnya harga jual batu bara dunia mengalami pelemahan dari tahun lalu sampai kini.

"Dengan perkembangan kondisi saat ini di mana harga jual batu bara terus susut dan bulan ini bahkan berada di posisi terendah, kenaikan royalti sangat memberatkan. Tapi karena komitmen, kami sepakati dalam proses renegosiasi ini," ujar Noor kepada wartawan usai Penandatanganan Amandemen KK dan PKP2B di Jakarta, Jumat (7/3/2014).

Dia mengaku, harga jual batu bara saat ini berada di kisaran US$ 60-US$ 70 per ton. Sedangkan tahun lalu, harga batu bara sekitar lebih dari US$ 80 per ton. Harga batu bara pernah menembus angka tertinggi sebesar US$ 110 per ton pada 2011.

Noor menjelaskan, kondisi ini diperparah dengan larangan ekspor mineral mentah (ore) yang semakin menurunkan volume produksi batu bara perusahaan dan diperkirakan menyusutkan penjualan sampai 30% dari tahun lalu.

"Tahun lalu, produksi batu bara kami di bawah satu juta metrik ton. Sedangkan target volume ini akan menurun 30%-40% di 2014. Sehingga solusinya kami melakukan efisiensi untuk menjaga margin yang sudah tergerus," terang dia.

Saat ini, Noor mengaku, perusahaannya sedang menjajaki ekspor ke negara Pakistan yang membutuhkan banyak batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik. Negara ekspor batu bara perusahaan selama ini menyasar China, Taiwan, Korea dan Jepang.

Sementara Direktur Utama PT Batu Alam Selaras, Eddy Dharmadi menambahkan, pihaknya perlu melakukan efisiensi di sumber daya manusia (SDM) dan penggunaan solar sampai 30%.

"Kami lakukan ini supaya margin tidak tergerus terlalu signifikan. Karena harga jual dunia komoditas ini harus sesuai kandungannya, jadi bukan seperti jual manufaktur," pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya