Liputan6.com, Jakarta Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan kebijakan 'zero debt' dianggap kurang tepat. Pasalnya, saat ini keuangan negara belum mencukupi untuk mendanai pembangunan infrastruktur di sektor kelistrikan.
Pengamat listrik dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa mengatakan, terus melesatnya pertumbuhan ekonomi telah mendongkrak konsumsi listrik di dalam negeri. Data menunjukkan, pertumbuhan konsumsi listrik sekitar 9% per tahun sehingga untuk memenuhinya, Indonesia harus membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 4.000 megawatt.
"Pertanyaannya mampu tidak (mendanai-red)? Kan tidak," kata Iwa saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Advertisement
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur kelistrikan membuat PLN harus menggandeng investor swasta dan mencari pinjaman dari luar negeri. "Pemerintah tidak mempunyai dana itu tadi sehingga pinjaman tentu soft loan," tutur Iwa.
Namun jika pinjaman luar negeri dihentikan, maka hilanglah salah satu sumber pendanaan untuk kelistrikan. Sementara pemerintah tidak bisa mengandalkan pendapatan PLN, pasalnya harga jual listrik saat ini masih lebih rendah dari harga produksi.
"Sekarang untuk pembangkit tranmisi siapa yang biayai? ini sementara perhitungan bukunya harga listrik lebih rendah dari produksi," jelas Iwa.
Menurut Iwa, penghentian pinjaman luar negeri kurang tepat. Pasalnya akan menghambat pembangunan sistem kelistrikan Indonesia dan akan berakibat pada melambatnya pertumbuhan ekonomi.
"Akhirnya infrastruktur berhenti jadi tidak tepat diberhentikan. Kita pinjam karena tidak mampu, kalau menyetop pinjam mampukah pemerintah membiayai pembangunan peningkatan listrik sebesar itu,"
Namun, kebijakan tersebut bisa tepat jika Presiden SBY memiliki alternatif lain untuk pendaan tersebut, seperti mengoptimalkan pengeluaran negara dan mengurangi subsidi.
"Oke kalau mampu stop. Mampu boleh saja dengan mengurangi anggaran lain, atau kurangi subsidinya," pungkasnya.
Sekadar informasi, sejumlah proyek infrastruktur penting mandek akibat adanya pembatasan pinjaman luar negeri yang diterapkan pemerintah.
Salah satu proyek yang menjadi korban kebijakan itu adalah proyek kabel listrik tegangan tinggi arus searah (High Voltage Direct Current/HVDC) yang digarap PLN.
Proyek yang akan menghubungkan sistem kelistrikan Sumatera dengan Jawa itu mandek lantaran kesulitan mendapatkan pendanaan.
Dari total kebutuhan pendanaan untuk proyek HVDC Sumatera-Jawa US$ 2,12 miliar, PLN baru mendapatkan kepastian US$ 1,194 miliar.
Â
Baca juga:
Proyek Kabel Listrik Sumatera Mandek, Jawa Terancam Gelap Gulita
Proyek Kabel Sumatera-Jawa Mandek Gara-gara Tak Boleh Utang
Â
Â
Â