Tiap bulan, 1.000 Mobil Murah RI Diekspor ke Filipina & Pakistan

"Sejak kebijakan ini hadir di tahun lalu sudah menghasilkan 52 ribu unit mobil murah dan diperkirakan mencapai 150 ribu unit di 2014."

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Apr 2014, 20:01 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2014, 20:01 WIB
Agya
(Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Sejak aturan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) rilis pada tahun lalu, kebijakan ini mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan mulai dari khawatir kemacetan hingga penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Padahal mobil murah didesain untuk mengonsumsi BBM non subsidi.

Pendukung kebijakan dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) justru memaparkan keberhasilan aturan tersebut. Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat sebagai salah satu dalang dari lahirnya kebijakan mobil murah menyebut, empat tujuan utama LCGC.

Antara lain, mengimbangi kompetisi dan impor kendaraan khususnya dari ASEAN, mendorong investasi, mendorong kemandirian Indonesia di bidang teknologi otomotif, serta mendorong produksi mobil yang hemat pemakaian BBM.

"Sejak kebijakan ini hadir di tahun lalu sudah menghasilkan 52 ribu unit mobil murah dan diperkirakan mencapai 150 ribu unit di 2014. Bahkan tahun ini sudah mulai ekspor ke Pakistan dan Filipina dengan pengiriman 1.000 unit per bulan," jelas Hidayat di kantornya, Jakarta, Selasa (1/4/2014).

Dampaknya terhadap industri, dia mengatakan, sudah ada lima merek atau APM yang terlibat dalam program produksi mobil murah, yakni Daihatsu dan Toyota (PT Astra Daihatsu Motor), Honda (PT Honda Prospect Motor), Suzuki (PT Suzuki Indonesia Motor), serta Datsun (PT Nissan Motor Indonesia).

"Investasi total dari lima APM itu senilai US$ 6,5 miliar, terdiri dari US$ 3,5 miliar pada industri perakitan dan industri komponen dan pendukung sebesar US$ 3 miliar. Juga telah tumbuh lebih dari 100 pabrik komponen baru dan perluasan yang memproduksi serta mendukung komponen seperti motor penggerak, engine, transmisi, excel, sistem, dan lainnya," jelasnya.

Dalam lima tahun ke depan, Hidayat berharap, investor mobil murah harus mencapai komponen lokal hampir 100% diproduksi di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut serta penggunaan BBM subsidi pada mobil murah, Menkeu Chatib Basri mengaku telah memperoleh surat jawaban resmi dari Menperin. Mantan Kepala BKPM itu menegaskan bahwa penerimaan pajak bukanlah prioritas Kemenkeu dalam penerapan LCGC.

"Kalau dikatakan produksi LCGC bisa mencapai 52 ribu dan akan bertambah menjadi 100 ribu unit, itu berarti ada peningkatan permintaan terhadap jenis mobil tersebut karena harganya murah. Sehingga membuat perusahaan itu untung," tuturnya.

Dari sisi Kemenkeu, Chatib menerangkan, pihaknya akan memperoleh penerimaan tambahan dari pajak korporasi karena perusahaan APM memperoleh laba besar.

"Tapi kami sangat konsen ke penggunaan BBM subsidi pada mobil murah, jadi kami sedang carikan solusinya sama-sama. Tapi kalau semakin besar industri ini berkembang, maka makin banyak investasi masuk ke sini dan akhirnya bisa meningkatkan penerimaan pajak," pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya