Ditolak Eropa, RI Bisa Konsumsi Biofuel Buat Sendiri

Kampanye hitam negara Uni Eropa terhadap produk olah crude palm oil (CPO) seperti biofuel asal Indonesia dinilai tidak perlu dikhawatirkan.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Apr 2014, 15:45 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2014, 15:45 WIB
Kelapa Sawit
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Kampanye hitam negara-negara Uni Eropa terhadap produk olahan crude palm oil (CPO) seperti biofuel asal Indonesia dinilai tidak perlu dikhawatirkan jika produk tersebut bisa diserap secara maksimal didalam negeri.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana menyatakan bahwa sebenarnya melimpahnya bahan baku sawit ini dimanfaatkan konsumen dalam negeri.

Hal ini sejalan dengan mandatori bahan bakar nabati (BBN) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 25 tahun 2013.

"Kita punya banyak, jika dipotong dari konsumsi sebagai bahan makanan pun masih banyak sisanya. Daripada produk CPO kita ditolak negara lain, lebih baik kita pakai sendiri untuk transportasi dan lain-lain," ujarnya di Kantor Direktorat Jenderal EBTKE, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2014).

Selain itu, dengan mandatori pencampuran biodiesel ke BBM solar ini kedepannya akan membuka peluang pasar sehingga akan menguntungkan negara, produsen biodiesel dan masyarakat.

"Mereka (produsen biodiesel) jadi mempunyai pangsa pasar. Dan sebagai negara, banyak manfaatnya seperti tidak perlu mengimpor solar, sehingga hemat, membuka lapangan kerja, dan kita bisa memanfaatkan sendiri produk sawit kita tanpa tergantung pembeli dari negara lain," lanjut dia.

Rida menjelaskan, bila terjadi penolakan terhadap penggunaan BBN, hal tersebut merupakan hal yang wajar. Namun, untuk berjalan dengan baik, memang perlu adanya pemaksaan baik kepada masyarakat maupun produsen.

"Seperti di Thailand, pengusahanya bilang ini bisa jalan karena awalnya dipaksa pemerintah, tetapi belakangan baru terasa enaknya, dan kami jalan sendiri. Itu peranan pemerintah," jelasnya.

Sementara itu, untuk pengenaan sangsi, Rida menganggap hal tersebut tidak perlu dilakukan asalkan ada kebijakan pengurangan ketersediaan solar.

"Tetapi kalau nanti solarnya tidak ada bagaimana, makanya mereka harus menyesuaikan. Yang akan beredar dilapangan adalah biodiesel, makanya mereka yang harus menyesuaikan. Masa mau impor solar sendiri? Kan tidak mungkin," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya