Ini Warisan Sektor Energi untuk Presiden Baru

Kalangan industri migas dunia menilai Indonesia menjadi negara yang tak menarik karena terlalu rumitnya birokrasi untuk berinvestasi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 24 Jun 2014, 16:19 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2014, 16:19 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor energi  memiliki permasalahan yang kompleks saat ini. Permasalahan tersebut tentu saja akan diwariskan kepada pemimpin baru yang akan datang.

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ari H Soemarno menyebutkan, warisan tersebut antara lain mengenai beban subsidi yang terus meningkat. Saat ini subsidi energi sudah mencapai Rp 400 triliun yang terus membengkak karena naiknya harga minyak dunia dan juga pelemahan nilai tukar rupiah.

"Siapapun yang terpilih akan mendapat warisan yang serius. Ini yang dihadapi oleh kedua calon presiden," kata Ari dalam diskusi di Matraman, Jakarta, Selasa (24/6/2014).

Ia melanjutkan, warisan lain yang didapat oleh presiden selanjutnya adalah krisis listrik. Permasalahan ini muncul karena tidak ada penambahan pasokan listrik yang signifikan sementara permintaan listrik tumbuh tinggi.

"Selama lima tahun terakhir kapasitas listrik tidak bertambah. Dulu fast track program (FTP) pertama (percepatan kelistrikan tahap pertama) yang dimulai 2006 dan harusnya selesai 2009  sampai sekarang belum selesai," ungkapnya.

Pria yang menjadi tim pemenangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Jalla ini melanjutkan, warisan permasalahan sektor energi ketiga yang harus diselesaikan oleh presiden terpilih adalah semakin lemah produksi dan berkurangnya cadangan minyak dan gas (migas).

Warisan permasalahan terakhir adalah investasi migas Indonesia yang tidak menarik. Menurutnya, kalangan industri migas dunia menilai Indonesia menjadi negara yang tak menarik karena terlalu rumitnya birokrasi untuk berinvestasi. "Segi investasi fiskal tidak menarik, sisi birokrasi juga demikian karena politisasi dan korupsi," pungkasnya. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya