Bursa Berjangka Jakarta Tawarkan Kontrak Batu Bara

Dengan PT Bukit Asam Tbk masuk ke perdagangan bursa berjangka dapat terbentuk referensi harga batu bara untuk jangka panjang.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 01 Jul 2014, 19:17 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2014, 19:17 WIB
Batu Bara
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Berjangka Jakarta atau Jakarta Futures Exchange (JFX) mencatatkan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dalam perdagangan fisik batu bara online. Dengan adanya pencatatan ini secara resmi komoditas batu bara tercatat dalam perdagangan fisik di JFX.

"Bukit Asam sebagai salah satu perusahan terkemuka menyambut baik, karena misinya mengedepankan transaparansi sebagai perusahaan yang tercatat Bursa Efek Indonesia. Sistem online lebih menjadi fair dan lebih wajar," kata Direktur Utama JFX Sherman R Krisna, dalam sambutan peresmian perdagangan fisik batu bara online, Jakarta, Selasa (1/7/2014).

Dalam tahap awal lelang perdana, PT Bukit Asam Tbk akan menawarkan 75.000 ton produk batu baranya. Komposisinya, masing-masing 60.000 ton (BA-70 HS) dengan kalori 7000 kcal/kg (ADB) untuk pengapalan bulan Sepetember dari pelabuhan Tarahan di Bandar Lampung.

Sedangkan sebanyak 15.000 (BA-63) dengan kalori 6300 kcal/kg (ADB). Lebih lanjut, lelang secara online ini akan dijadwalkan dibuka pada 21 Agustus 2014 . Sedangkan kesempatan untuk menjadi pembeli dibatasi hanya untuk calon pembeli yang tersecatat di JFX yang sekarang berjumlah 17 perusahaan yang berasal dari Taiwan, Jepang, Cina dan Malaysia.

Krisna menuturkan, selama ini Indonesia hanya memikiki referensi harga batu bara untuk penyerahan langsung atau satu bulan ke depan dengan mengacu Indonesian Coal Index yang dikeluarkan oleh Coalindo Energi.

Dia juga mengatakan, referensi harga juga mengacu Harga Batu Bara Acuan (HBA) serta Harga Pedoman Batubara( HPB) yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Kata dia, dengan masuknya PTBA dalam perdagangan ini terbentuk referensi harga batu bara untuk penyerahan jangka panjang.

"Kehadirannya diharapkan dengan periode yang panjang, lebih akurat. Menggunakan referensi sesuai dengan periode kontrak yang ada. Bahwa Indonesia perlu referensi harga untuk penyerahan beberapa waktu ke depan," tukasnya. (Amd/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya