Asia Bakal Jadi Pusat Keuangan Dunia?

Tak dapat dipungkiri, Asia kini bagaikan kawasan mempesona dengan negara berkembang yang tengah merekah dan menarik banyak investor asing

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 02 Jul 2014, 12:10 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2014, 12:10 WIB
Bursa Saham AS
(Foto: Bloomberg)

Liputan6.com, Singapura - Tak dapat dipungkiri, Asia kini bagaikan kawasan mempesona dengan negara-negara berkembang yang tengah merekah dan menarik banyak investor asing untuk bergabung.

Modal dan dana finansial terus meningkat mengalir ke negara-negara berkembang di Asia karena di sana pertumbuhan ekonomi berada.

Mengutip laman CNBC.com, Rabu (2/7/2014) laporan McKinsey Global Institute, sekitar 32 persen dana finansial global mengalir ke negara-negara berkembang pada 2012. McKinsey baru-baru ini juga memprediksi sekitar 1,8 miliar penduduk akan bergabung dengan Asia pada 2025.

Sebagian besar dari itu adalah negara-negara berkembang. Perusahaan konsultan global itu juga memprediksi konsumen dari negara berkembang Asia dapat menghabiskan pengeluaran hingga US$ 30 triliun per tahun pada 2025. Jumlah tersebut naik pesat dari US$ 12 triliun per tahun sekarang.

Prediksi tersebut tentu menjadi kabar baik bagi pusat-pusat keuangan Asia seperti hanghai, Seoul dan Kuala Lumpur. Selain itu, ada juga negara seperti Hong Kong dan Singapura yang kini mulai muncul sebagai pusat investasi di Asia.

Meski demikian, New York masih tetap bisa melanjutkan perannya sebagai pemain dana finansial besar di masa depan. Semua itu dapat terjadi untuk satu alasan, bahasa keuangan internasional masih bahasa Inggris dan bukan Mandarin.

New York dan London sama-sama tampak menarik sebagai kota kosmopolitan dengan pasar modal dan pusat pakar keuangan yang besar. Lebih dari itu, dua kota tersebut menawarkan sistem hukum yang fungsional di mana berbagai kontrak dapat diwujudkan.

"Itulah salah satu alasan mengapa banyak kontrak Rusia diselesaikan di London. Itu juga yang menjadi alasan mengapa para pengusaha Timur Tengah dan China berlarian ke London serta New York," ungkap CEO Oxford Finance Group Ruben Lee.

Desentralisasi keuangan modern juga cenderung membuat pemerintah asing merasa tidak nyaman. Itu menjadi alasan lain untuk meragukan Shanghai dan pusat-pusat Asia lainnya dapat menggeser peran New York dan London dalam waktu dekat.

"Saya tak melihat pemerintah China lebih toleran seperti bagaimana bisnsi di Wall Street berjalan khususnya mengingat negara tersebut masih berupaya dari sejumlah volatilitas ekonomi," ujar ekonomi China Ann Lee.

Jadi dimana pusat modal keuangan dunia pada 2039 nanti? Pastinya, negara-negara akan berupaya mencapai peran tersebut. Tapi ingat, pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak menjamin apapun. (Sis/Nrm)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya