Harapan Pengembang terhadap Kinerja 100 Hari Pemerintahan Baru

Ada sejumlah agenda dan pekerjaan rumah yang dihadapi pemerintahan baru terutama masalah sektor properti.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Jul 2014, 10:13 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2014, 10:13 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia segera memasuki masa transisi pemerintahan pada Oktober 2014 setelah berlangsungnya pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli 2014. Berbagai harapan terhadap kinerja 100 hari pemerintahan mendatang pun dikemukakan oleh kalangan pengusaha properti.

Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bidang Pembiayaan dan Perbankan, Preadi Ekarto berharap, pemerintah mendatang bisa memperjelas aturan terkait properti dan memberikan keringan pajak properti terutama yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sehingga harga perumahan yang tawarkan bisa terjangkau.

"Selama ini yang dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) tidak sama dengan harga yang ditetapkan Menpera (menteri perumahan rakyat). Paling tidak itu disamakan, jadi MBR bisa beli," ujar Preadi di Jakarta, seperti ditulis Selasa (15/7/2014).

Kemudian, sering terjadinya ketidakcocokan antara harga lahan dengan harga properti yang dijual juga dinilai memberatkan pengembangan sehingga secara otomatis pengembang harus mengubah marketnya dari yang tadinya ditujukan untuk MBR beralih kepada masyarakat kelas menengah.

"Itu yang harus diselesaikan oleh Menpara dan Menkeu (menteri keuangan) yang baru nanti," lanjutnya.

Selain itu, Preadi juga meminta agar pemerintah mendatang melakukan evaluasi terhadap pelaporan kepada pihak kepolisian yang dilakukan oleh Menpera saat ini Djan Faridz terhadap sejumlah pengembang karena dinilai tidak melaksanakan aturan hunian berimbang.

Menurut dia, laporan ini hanya akan menghambat proyek pembangunan properti untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat.

"Dengan adanya lagi laporan-laporan ini menganggu infrastruktur dan suplai perumahan, karena orang akan berpikir bahwa ini bermasalah. Jadi infrastruktur perumahan menjadi terganggu akibatnya tidak adanya suplai, kemudian bagaimana kita mengatasi backlock. Yang dilapor-laporkan ini perlu dievaluasi. Karena apa yang dialami saat ini dengan terjadi kevakuman yang lama justru membuat MBR itu hancur," jelas Preadi.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Rumah Sederhana Tapak (RST), Dadang H Juhro meminta pemerintah mendatang bisa menyiapkan anggaran khusus untuk penyediaan kawasan siap bangun (kasiba) dan lahan siap bangun (lasiba). Selain itu, dia juga meminta presiden yang baru membentuk badan percepatan pembangunan perumahan untuk mengurangi backlock hunian yang saat ini mencapai 15 juta unit.

"Harus ada pembentukan badan pembangunan percepatan perumahan yang dipimpin langsung presiden. Kemudian harus ada alokasi dana Rp 20 triliun untuk penyediaan kasiba lasiba. Juga harus ada penunjukan menteri yang mumpuni dan harus berada dibawah menko ekuin (menko perekonomian), karena perputaran likuditasnya berada dibawah situ," tandas dia. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya