RI Dua Kali Cicipi Surplus Transaksi Berjalan Saat Era Soeharto

Ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia akan kembali membantu ekspor sehingga defisit transaksi berjalan Indonesia akan menyusut.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Agu 2014, 20:27 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2014, 20:27 WIB
Menkeu Chatib Basri
(Foto: Fiki Ariyanti/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah optimistis defisit transaksi berjalan Indonesia pada akhir tahun ini akan menyusut dari perkiraan sebesar US$ 26 miliar. Prediksi tersebut akan ditopang dari ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia dan perusahaan tambang lain.

Menteri Keuangan Chatib Basri menyebut, defisit transaksi berjalan pada tahun lalu mencapai US$ 29 miliar. Namun diperkirakan lebih rendah di akhir 2014 menjadi US$ 26 miliar.

"Kalau Freeport bisa ekspor hari ini, pada Agustus 2014 neraca perdagangan kita bisa surplus dan menyumbang tambahan revenue US$ 5,3 miliar sampai akhir tahun ini. Sehingga defisit transaksi berjalannya bisa berkurang dari US$ 26 miliar," jelas dia di kantornya, Jakarta, Rabu (6/8/2014).

Lebih jauh kata Chatib, defisit tersebut diprediksi akan menyempit pada 2015. Namun Chatib meminta agar Indonesia tak perlu khawatir dengan defisit transaksi berjalan maupun defisit anggaran selagi dalam batas wajar.

"Kalau nggak ada defisit, nggak ada pertumbuhan ekonomi. Makanya defisit transaksi berjalan bukan sesuatu yang harus dimusuhi, asalkan tetap berkesinambungan. Tanpa defisit, pertumbuhan akan lebih kecil," papar dia.

Chatib mencontohkan di masa orde baru, di bawah kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun, baru dua kali Indonesia mengecap surplus defisit transaksi berjalan. "Itu surplus di tahun 1971 dan 1981 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1 persen," pungkasnya. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya