4 Kota Indonesia Menanti Putusan Unesco untuk Jadi Kota Kreatif

Keempat kota kreatif yang didaftarkan ke Unesco tersebut yaitu Yogyakarta, Solo, Bandung, dan Pekalongan.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 07 Agu 2014, 18:46 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2014, 18:46 WIB
Solo Diusulkan Sebagai Kota Kreatif Batik ke UNESCO
Mari Elka Pangestu mengajukan Solo sebagai City Creative ke UNESCO.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu berharap empat kota di Indonesia akan segera mendapat pengakuan sebagai kota kreatif dunia dari lembaga PBB di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya atau Unesco. Keempat kota kreatif yang didaftarkan ke Unesco tersebut yaitu Yogyakarta, Solo, Bandung, dan Pekalongan.

"Penetapannya tahun ini. Rapatnya sekitar Oktober atau November. Tapi prosesnya sudah dari dua tahun lalu," kata Mari saat berbincang dengan Liputan6.com di kantor Kemenparekraf, Kamis (7/8/2014).

Mari menjelaskan, keempat kota yang diajukan tersebut karena memiliki satu produk atau kegiatan yang dapat menjadi ikon kreatif. Bandung dan Solo, disebut Mari, sebagai kota kreatif berbasis desain. Sedangkan Pekalongan dan Yogyakarta berbasis kerajinan.

"Pembuktiannya seperti apa? itu sudah ada cikal bakalnya dan pemerintah daerah setempat memiliki rencana misalnya membuka area publik yang bisa dipakai anak muda berkumpul dan melahirkan kreatifitas. Perencanaan pemerintah daerah untuk mendukung kreativitas masyarakat itu juga yang nanti dinilai," tutur mantan Menteri Perdagangan tersebut.

Mari menuturkan, pengembangan ekonomi kreatif selalu berbasis kota. Dia menyebutkan pesatnya perkembangan film di Hollywood Los Angeles atau lahirnya Beatles di Liverpool. "Pusat kota menciptakan pusat-pusat lahirnya kreativitas yang memberikan nilai tambah," jelasnya.

Untuk itu, dukungan pemerintah daerah memang saat penting dalam pengembangan kreativitas. Dia mencontohkan langkah yang dilakukan mantan Walikota Solo Joko Widodo yang sudah mendorong pengembangan ekonomi kreatif sekitar tahun 2007-2008. Jokowi saat itu menutup sebuah jalan setiap malam minggu untuk menjadi ruang anak muda berkumpul dan melahirkan kreatifitas. 

"Di ujung jalan, ada pasar malam yang dibikin untuk kuliner. Paginya itu tempat parkir, malamnya disulap jadi tempat jual kuliner. Di situ, ikon kuliner Solo dijual," tutur wanita kelahiran Jakarta, 23 Oktober 1956 tersebut. (Ndw/igw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya