Liputan6.com, Bogor- Pernah hidup pada masa sulit tidak membuat langkah pria bernama Ade Yusdira berhenti berusaha mencari nafkah bagi keluarga. Alhasil, kini dia sukses menjalankan bisnis yang terbilang unik dan masih jarang digeluti orang lain yaitu budidaya kroto.
Kroto sendiri merupakan larva atau telur semut jenis rangrang yang banyak digunakan masyakat sebagai pakan burung kicau atau sebagai umpan untuk memancing ikan.
Awal mula usaha
Advertisement
Baca Juga
Sebelum terjun dalam bisnis budidaya kroto, Ade pernah beberapa kali berganti profesi, mulai berjualan makanan khas Palembang Pempek-pempek keliling ke sekolah, berjualan roti, membuka toko alat tulis kantor (ATK) hingga berjualan nasi goreng dan mie ayam.
Advertisement
Semua itu dia lakukan sebagai sampingan dari profesi utamanya menjadi staf pengajar untuk mata kuliah komunikasi bisnis dan manajemen ritel di STIE Kesatuan Bogor.
"Semua profesi saya lakukan seperti jualan pempek-pempek ke sekolah-sekolah, kemudian jualan roti. Penghasilan bisa sampai Rp 200 ribu-Rp 300 ribu, tetapi lelah, karena harus bangun jam 4 pagi muter ke komplek jual roti dan jam 8 pagi kerja di Kesatuan. Kemudian juga pernah dagang nasi goreng dan mie ayam dan dagang ATK," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.
Awal ketertarikannya pada budidaya kroto karena hobinya mancing. Pada saat itu kroto masih sulit didapatkan sehingga dia berpikir bagaimana membudidayakan kroto sendiri.
Untuk mulai budidaya ini Ade setidaknya melakukan percobaan dan penelitian hingga 2 tahun sebelum akhirnya berhasil.
"Sementara di alam juga sudah semakin sedikit. Saya butuh, akhirnya terinspirasi saya research dulu, banyak gagal sampai akhirnya berhasil. Saya melakukan penelitian sudah 2 tahun, kemudian menjalankan usaha ini sekitar 1 tahun. Sebenarnya budidaya kroto ini sudah diperkenalkan 5-6 tahun lalu dan saat itu belum banyak," lanjut dia.
Setelah berhasil melakukan budidaya, usaha tersebut tumbuh berkembang dengan cepat. Menurut dia hal ini lantaran momentum yang pas di mana masyarakat semakin gemar memelihara burung kicau dan memancing ikan sehingga kebutuhan akan kroto semakin tinggi. Sementara itu belum banyak orang yang tahu cara membudidayakannya.
"Kebutuhan kroto tinggi sementara suplainya kurang. Sebenarnya alam sendiri telah menyediakan kroto ini, tetapi karena ada penebangan hutan, pemburu liar dan masyarakat menganggap semut ini sebagai hama jadi dibasmi, akhirnya menganggu koloni dan mati sehingga kroto ini sulit untuk didapat," jelas pria kelahiran Bogor, 8 September 1975 ini.
Melihat perkembangan yang positif, Ade akhirnya berhenti berjualan dan mulai fokus pada budidaya kroto ini sambil tetap mengajar.
Dia pun memberi nama usahanya tersebut Kroto Bond. Nama Bond ini berasal dari panggilan Ade dari akrab teman-temannya. Selain itu, kata Bond juga identik dengan tokoh film James Bond, sehingga diharapkan akan lebih mudah diingat oleh para penggemar burung kicau dan pemancing.
Omzet usaha
Cara berbudidaya kroto ini pun terbilang tidak mudah. Ade mengungkapkan bahwa butuh kesabaran dan ketelatenan dalam berbudidaya kroto ini. Meski demikian, media yang digunakan cukup mudah didapatkan yaitu toples.
Dalam satu toples semut rangrang, rata-rata menghasilkan 50 gram kroto per bulan. Pakan untuk semut ini pun mudah didapat, seperti ulet Hongkong jangkrik, belalang, cacing tanah dan air gula.
Ade saat ini memiliki sekitar 12 cabang pembudidayaan kroto, antara lain 4 cabang di Bogor, dan masing-masing 1 cabang di Jambi, Palembang, Bekasi, Sumedang, Purwokerto, Madiun, Bali, serta Banjarbaru.
Di tempat yang dia dijadikan pusat usaha budidaya kroto yaitu kawasan Gunung Batu, Bogor Barat, tiap harinya Ade membudidayakan sekitar 5 ribu toples semut untuk menghasilkan kroto.
Dalam sehari, dia mampu menghasilkan 2 ribu toples bibit semut per hari. Untuk harga 1 toples bibit semut tersebut, biasanya dibanderol dengan harga Rp 50 ribu-Rp 60 ribu.
Ade mengaku dalam 1 bulan dia bisa menjual rata-rata 2 ribu toples dengan omset mencapai Rp 150 juta hingga Rp 200 juta per bulan. Pembelinya pun tidak hanya berasal dari Bogor saja, melainkan dari seluruh Indonesia mulai dari Aceh sampai Papua.
Selain berbisnis, Ade juga mengadakan pelatihan secara rutin dan gratis bagi masyarakat yang berminat untuk melakukan budidaya kroto. Setiap harinya banyak masyarakat dari berbagai daerah datang ketempat budidayanya untuk mengikuti pelatihan.
"Ada 4 sesi, yaitu karakteristik semut rangrang, persiapan, teknik budidaya, cara panen. Peserta pelatihannya dari mana-mana seperti dari Jabodetabek, dari Jawa, bahkan ada dari Sumatera seperti Jambi, Palembang. Saya memberikan pelatihan ini gratis karena filosofi saya, ilmu itu berasal dari Tuhan sehingga harus dibagi. Kalau banyak yang berhasil berarti ilmu saya bermanfaat," tuturnya.
Usaha menjanjikan
Bagi Ade, bisnis budidaya kroto ini sangat menjanjikan kedepannya. Hal ini lantaran permintaan kroto ini masih sangat besar. Selain itu, harga jual kroto ini juga menurutnya terus meningkat.
"Pasarnya sendiri sangat besar. Untuk kebutuhan di Bogor saja, rata-rata tiap toko atau tempat pemancingan butuh 5 kg-10 kg per hari, jadi sekitar 500 kg-1 ton untuk kebutuhan Bogor saja. Belum untuk kebutuhan Jakarta yang bisa 4 kali lipat. Belum juga kota-kota lain. Harga kroto juga semakin tahun semakin meningkat, tidak pernah terjadi penurunan.
Kedepannya, Ade berharap usaha budidaya tersebut semakin berkembang dan mampu menular kepada orang lain. Selain itu, dia juga ingin membuat sebuat tempat wisata budidaya, bukan hanya kroto tetapi budidaya lain. Dengan demikian selain mendapatkan ilmu, para pengunjung diharapkan tahu bagaimana cara membudidaya serta akan lebih banyak masyarakat yang bisa diberdayakan.
"Maunya kita bikin tempat wisata budidaya. Disana pengunjung bisa belajar. Dan dengan begitu juga kita bisa lebih banyak memberdayakan masyarakat sekitar," tandas dia. (Dny/Nrm)