Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah asosiasi komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan dalam negeri dengan tegas menolak rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen pada produk pangan sebagai konsekuensi dari pembatalan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007 oleh Mahkamah Agung.
Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Irfan Anwar mengatakan penolakan ini dilakukan lantaran pengenaan PPN akan berdampak langsung tingkat petani dan konsumen.
"Ini akan ber-impact pada end to end, yaitu petani dan konsumen. Terlebih untuk petani yang masih banyak ekonominya lemah dan pendidikannya juga rendah," ujar dia dalam konferensi pers di Kantor AEKI, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2014).
Dia menjelaskan, konsekuensi dari penerapan PPN ini seperti menurunkan semangat petani dalam menghasilkan komoditas primer sehingga berdampak pada penurunan produksi dan menghambat perkembangan industri hilir yang saat ini sedang menggeliat untuk tumbuh.
"Ini bertentangan dengan program hilirisasi yang digalakan pemerintah. Saat ini masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kopi saja mencapai 2 juta orang. Keputusan MA ini membuat bingung pelaku usaha," lanjut dia.
Selain kedua hal tersebut, pengenaan PPN ini dikhawatirkan akan melemahkan daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional.
Sedangkan untuk pelaku eksportir, hal tersebut juga akan memberatkan karena membutuhkan modal kerja yang lebih besar untuk pembayaran PPN 10 persen, sementara bunga perbankan di Indonesia tidak kompetitif dibandingkan dengan suku bunga negara lain.
"Kita dalam kondisi tekanan asing saat ini, terlebih lagi ada ada MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) di mana perusahan asing akan mudah masuk ke Indonesia. Ini demi masa depan komoditas pertanian dan perkebunan," jelas dia.
Untuk itu, sejumlah asosiasi ini meminta agar pengenaan PPN ini ditunda serta pemerintah dan MA melakukan peninjauan ulang terhadap putusannya.
"Kita minta ini ditinjau ulang atau paling tidak ditunda sampai ada tujuan yang jelas dan ada alasan yang logis. Karena saya yakin pemerintah juga bingung. Kita harapkan ada jalan tengah yang baik dulu. Pilihan terakhir akan kita terapkan upaya hukum. Pemerintah harusnya lebih bijaksana memutuskan kebijakan," tandas dia.
Seperti diketahui, MA telah membatalkan sejumlah pasal pada PP Nomor 31 Tahun 2007 yang menetapkan barang hasil pertanian yang dihasilkan dari usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan sebagai barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN. (Dny/Nrm)
Â
Advertisement
* Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.