Ini PR Jokowi untuk Majukan Industri Penerbangan

Karena permasalahan infrastruktur, harga avtur di Indonesia lebih mahal dibanding dengan negara lainnya.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 23 Okt 2014, 18:49 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2014, 18:49 WIB
Hanggar pesawat
Hanggar pesawat. (www.youtube.com)

Liputan6.com, Jakarta - PT Indonesia AirAsia mengungkapkan, industri penerbangan di Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan pelik. Biaya operasional maskapai penerbangan membengkak karena kenaikan harga bahan yang lebih disebabkan karena menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.

"Kalau kami lihat efek terbesar sudah pasti dollar AS, hampir semua maskapai penerbangan, antara 60 persen hingga 70 persen biaya operasionalnya pasti US dollar, di dalamnya ada bahan bakar juga, tapi belinya rupiah yang non subsisidi, ada fluktuasi di dollar AS," kata Presiden Direktur Sunu Widyatmoko di Tangerang, Kamis (23/10/2014)

Tak hanya nilai tukar, masalah maskapai penerbangan selanjutnya ialah perbedaan harga avtur. Hal itu disebabkan infrastruktur di Tanah Air yang tak memadai.

"Selisihnya kalau mengisi di Cengkareng dan Singapura selisihnya 10 persen hingga 20 persen lebih mahal. Kalau harga dunia sama. Transportasi dan logistik cost, makanya Pak Jokowi dalam pemerintahannya sangat ambisi tol laut untuk menekan logistik yang mahal," ungkapnya.

Permasalah lain yang membayangi maskapai Tanah Air adalah penerapan bea masuk. Harusnya maskapai dibebaskan, mengingat mahalnya biaya onderdil persawat.

Dia mengatakan telah mengajukan poin-poin permasalahan ini, agar kemudian dicarikan jalan penyelesainnya oleh pemerintah.

"Melalui INACA kami menyuarakan pemerintah lama, sudah menanggapi. Terus dikomunikasikan tim transisi ini sudah di atas meja dilakukan jalan keluar," tukasnya. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya