Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran produk elpiji 3 kilogram (kg) awalnya merupakan kebijakan sementara pemerintah dalam rangka program konversi minyak tanah ke elpiji. Sayangnya, saat ini tabung melon bebas diperjualbelikan di pasaran.
Direktur Pembinaan dan Program Migas Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi menceritakan, kebijakan elpiji subsidi ukuran 3 kg muncul pada 2007 saat pemerintah menggalakkan program konversi minyak tanah ke elpiji.
"Saat itu konsumsi minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga mencapai 10 juta kiloliter (Kl), dan saat itu subsidi minyak tanah sangat besar," ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/3/2015).
Advertisement
Produk minyak tanah, Agus menilai, sangat fleksibel sehingga dapat digunakan ke jenis bahan bakar minyak lain dan dimanfaatkan industri. Dari sini, lanjutnya, timbul penyelewengan minyak tanah.
"Tapi begitu dikonversi, penggunaan minyak tanah menurun dari 10 juta Kl menjadi 900 ribu Kl per tahunnya saat ini. Bayangkan kalau tidak dikonversi, berapa anggaran subsidi yang harus kita bayarkan," terang dia.
Seiring berjalannya waktu, dia menambahkan, ada dua produk elpiji di pasaran. Ukuran 3 kg atau subsidi dengan harga Rp 4.250 per kg dan Rp 11.500 per kg untuk tabung ukuran 12 kg. Disparitas harga terlalu jauh ini memicu praktik curang.
"Secara regulasi tidak diperjualbelikan dengan luas, tapi sekarang di lapangan sudah seperti barang bebas. Makanya kita sedang mengembangkan dan mengevaluasi distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg," papar Agus.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo menambahkan, tabung melon semula merupakan kebijakan sementara pemerintah. Dia menyarankan, pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi.
"Harga elpiji akan naik terus dan penurunan hanya bersifat sementara. Persoalannya infrastruktur tidak ada perkembangannya selama lima tahun ini, pertambahan pipa gas sedikit sekali. Jadi kita harus punya kebijakan jelas soal energi," ujar dia.(Fik/Ahm)