Pengusaha Tak Berdaya Hadapi Tuntutan Buruh

Ketua Umum Aprisindo, Eddy Wijanarto mengharapkan para buruh realistis minta kenaikan upah di tengah bisnis lesu karena kejenuhan pasar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Mei 2015, 17:02 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2015, 17:02 WIB
Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menganggap tuntutan buruh dari mulai kenaikan upah 32 persen sampai jaminan pensiun sangat besar sudah tidak wajar. Pengusaha hanya bisa diam karena tak mampu melawan buruh yang mendapat dukungan dari pemerintah.

Ketua Umum Aprisindo, Eddy Wijanarto mengungkapkan, pengusaha sepatu saat ini tengah dihadapkan pada kondisi sulit untuk mempertahankan bisnis akibat kejenuhan pasar, ancaman dari negara lain.

"Jadi buruh mau nuntut apa saja biarlah, diamkan saja. Karena menuntut itu harus sesuai kemampuan perusahaan, realistis. Kalau pabrik tutup buruh juga yang rugi," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (1/5/2015).

Eddy mengaku, sikap pasrah para pengusaha sepatu bukan tanpa alasan. Pasalnya, dia menjelaskan, pengusaha selalu kalah suara dengan buruh. "Ya kita diam saja, mau bersuara pun kalah karena buruh menuntut pakai emosi dan kekuatan premanisme," ujar Eddy.

Pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja, lanjut dia, selama 20 tahun terakhir justru berpihak pada buruh. Apabila terjadi perundingan atau negosiasi, Eddy mengeluhkan, pemerintah selalu memenangkannya.

"Alasan pemerintah karena buruh adalah orang-orang yang harus dibela, tidak mampu, takut dengan ribuan orang," tutur Eddy.

Padahal dia mengaku, produktivitas buruh Indonesia sangat jauh dari kata tinggi. Perusahaan akan benar-benar memperhatikan kesejahteraan karyawan yang rajin dan bagus, mulai dari upah, jaminan kesehatan, dan sebagainya.

"Kami sudah menjaga kesejahteraan buruh tapi kalau mereka unjuk rasa di pabrik, kami tak segan-segan memecatnya. Tapi jika demo di luar pabrik dan tidak anarkis, maka sah-sah saja," terang Eddy. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya