Pelaku Konstruksi Harap Sertifikasi Lindungi Pasar Lokal

Dengan sertifikat tenaga kerja dan kontraktor diharapkan dapat melindungi pasar konstruksi lokal dari serbuan asing saat MEA.

oleh Nurmayanti diperbarui 19 Mei 2015, 11:24 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2015, 11:24 WIB
Ilustrasi Proyek Konstruksi
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah menyiapkan sertifikasi tenaga kerja dan kontraktor yang diakui di kawasan Asia Tenggara mulai tahun ini untuk menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA). Sertifikat ini juga untuk mendukung realisasi program-program infrastruktur pemerintah.

Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) menyambut baik program pemerintah tersebut. Selain akan meningkatkan kualitas tenaga kerja dan kontraktor, sertifikasi juga berdampak pada percepatan serapan anggaran belanja pemerintah di sektor konstruksi dan pembangunan infrastruktur.

Meski demikian, Gapensi mengusulkan agar sertifikasi tersebut dapat memproteksi pasar konstruksi lokal dari "serbuan"  tenaga kerja dan kontraktor asing memasuki pasar bebas Asean 2016. Dengan demikian, kontraktor dan tenaga kerja lokal nantinya tetap menguasai pasar lokal.

"Gapensi menyambut baik, dengan catatan sertifikasi ini nantinya tidak mudah diborong oleh tenaga kerja dan kontraktor asing saat MEA diberlakukan. Jangan sampai malah kontraktor lokal kesulitan meraih sertifikat ini," ujar Sekjen Gapensi H Andi Rukman Karumpa, seperti dikutip dari keterangan yang diterbitkan, Selasa (19/5/2015).

Andi mengatakan, pasar konstruksi nasional saat ini tengah menjadi incaran pelaksana konstruksi luar dan tenaga kerja asing. Kontraktor dan tenaga kerja ini tinggal menunggu diberlakukannya MEA pada awal 2016 nanti.

Pada bagian lain, daya saing sektor konstruksi nasional masih sangat rendah.  Andi memaparkan, misalnya sumber daya manusia konstruksi nasional sebesar 60 persen didominasi kelompok buruh. Tenaga sektor konstruksi berkategori terampil dan ahli, masing-masing baru berkisar 30 persen dan 10 persen.

Pada sisi lain, kontraktor nasional belum cukup kuat bersaing dengan kontraktor luar sebab masih terkendala modal usaha dan akses teknologi. "Utamanya untuk biaya modal kita belum kompetitif dari perbankan. Sementara di Malaysia dan Thailand bunganya rata-rata sudah single digit," kata Andi.  

Andi menilai, pasar konstruksi Indonesia saat ini sangat seksi dan perlu dilindungi. Pasar konstruksi nasional mencapai nilai US$ 267 miliar pada 2014.  Nilai tersebut berada jauh di atas negara-negara di Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.  

Bahkan nilai pasar Indonesia berada di posisi terbesar keempat di Asia, meski masih di bawah Tiongkok dengan US$ 1,78 triliun, Jepang US$ 742 miliar, dan India US$ 427 miliar.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib mengatakan seluruh tenaga ahli dan kontraktor wajib memiliki sertifikasi bertaraf regional tersebut agar mampu berkompetisi dengan negara lain.

Pemerintah menargetkan jumlah tenaga dan kontraktor yang bersertifikat Asean ini bisa bertambah dua kali lipat dari yang sudah ada saat ini. Menurut Yusid, pemerintah akan memperbaiki sistem penilaian dan proses sertifikasi untuk meningkatkan kualitas tenaga ahli konstruksi, sehingga bisa diakui di Asean.

Proses penyertifikasian tersebut akan lebih banyak dan ketat. Untuk mendukung hal ini, pemerintah juga akan menggandeng lembaga sertifikasi seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN). (Nrm/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya