6 Penyebab Utama Pendorong Inflasi

Nilai tukar rupiah yang rentan terhadap gejolak eksternal karena tergantung pada ekspor sumber daya alam mentah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Mei 2015, 11:33 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2015, 11:33 WIB
agus martowardojo
(Foto: Bank Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) berupaya menjaga laju inflasi di Indonesia supaya mencapai target sasaran. Namun tantangan atau masalah struktural selalu menghadang dalam penanganan inflasi.

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, TPID mempunyai kegiatan yang mengarah pada program 4K, yakni ketersediaan barang dan jasa, keterjangkauan harga termasuk meyakinkan tidak ada penimbunan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif untuk mengelola persepsi masyarakat terhadap harga-harga.

"Seluruh pencapaian inflasi tahun lalu merupakan komitmen dan kerja keras dari 432 TPID yang telah terbentuk sampai hari ini. Pak Presiden selalu mengingatkan pembangunan infrastruktur dan pengendalian inflasi dari stabilitas harga," ujar dia di Rakornas TPID, Jakarta, Rabu (27/5/2015).

Agus mengatakan, ada masalah struktural atau kendala dalam stabilitas inflasi yaitu:

  1. Konversi lahan sawah menjadi pemukiman sehingga luas lahan pertanian semakin menyusut. Pembangunan industri manufaktur diarahkan di lahan-lahan di kawasan industri dan memanfaatkan lahan tidak produktif untuk tanaman pangan.
  2. Nilai tukar rupiah yang rentan terhadap gejolak eksternal karena tergantung pada ekspor sumber daya alam mentah, sehingga harus didorong pada proses pengolahan bernilai tambah.
  3. Produksi yang rentan terhadap gangguan iklim yang sulit diprediksi. Tahun ini diperkirakan akan kembali ada El Nino, jadi pemerintah harus memastikan ketersediaan pangan.
  4. Masih tingginya ketergantungan energi nasional terhadap impor BBM dan elpiji, karena rantai distribusi panjang dan didominasi segelintir pihak.
  5. Harga pangan pokok yang dikuasai oligopoli dan monopoli sehingga mudah dipermainkan. Keuntungan hanya dicicipi pengepul dan pedagang besar, tapi bukan petani.
  6. Masih lemahnya konektivitas antar daerah.

"Jadi perluasan akses pasar antar daerah perlu dilakukan, salah satunya percepatan pembangunan guna mencapai kedaulatan pangan yang erat kaitannya dengan pengendalian inflasi," ujar Agus.

Dia meminta agar Kementerian dan Lembaga dapat memanfaatkan anggaran yang sudah dialokasi pemerintah pusat, supaya anggaran tahun ini tidak mubazir untuk membenahi tata niaga pangan dan menciptakan stabilitas harga yang akan berujung pada kesejahteraan rakyat dan petani. (Fik/Gdn)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya