Liputan6.com, Jakarta - Harga energi seperti listrik dan gas untuk kebutuhan industri di Indonesia selama ini tercatat sebagai yang tertinggi di antara negara ASEAN.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan, pemerintah saat ini tengah mencari cara untuk menurunkan harga energi. Namun menurunkan harga energi, butuh solusi yang bersifat jangka panjang.
"Itu jangka panjang, memang listrik kita tidak cukup, maka harus ditambah suplainya dulu," ujar Sofyan di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Advertisement
Dia menjelaskan, saat ini total produksi listrik nasional hanya sebesar 55 ribu megawatt (MW). Padahal negara yang padat industri seperti China, kapasitas produksinya listriknya sudah mencapai 1 juta MW.
"Makanya kami akan tambah 35 ribu MW dalam lima tahun ke depan. Begitu suplai ditambah, nanti kebijakan menurunkan tarif energi untuk industri itu bisa dibikin kebijakan lagi. Sekarang yang penting ada dulu suplainya," kata dia.
Namun dengan kapasitas produksi yang telah bertambah nantinya pun menurut Sofyan belum bisa bisa memacu pertumbuhan industri yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh sebab itu, saat ini pemerintah tengah mengkaji mekanisme menyalurkan subsidi energi secara tepat dengan harapan selain menghemat anggaran juga diharapkan bisa memacu pertumbuhan sektor-sektor yang produktif.
"(Dengan tambahan 35 ribu MW) itu baru mencapai 85 ribu MW-88 ribu MW. Itu masih kurang untuk memacu pertumbuhan kita. Oleh karena itu, di berbagai negara, listrik industri itu lebih rendah daripada listrik konsumtif. Di Indonesia perlu reformasi sistem pemberian subsidi, dengan mekanisme kartu. Saya pikir itu kepentingan kita semua, bagaimana membuat industri kompetitif," tandasnya. (Dny/Ahm)