Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan meningkatkan pengenaan bea meterai untuk transaksi-transaksi belanja di atas Rp 250 ribu. Langkah tersebut akan diterapkan setelah revisi Undang-Undang (UU) tentang Bea Materai selesai dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak, Mekar Satria Utama mengatakan, sebenarnya berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, pengenaan bea meterai akan dikenakan kepada dokumen atau transaksi yang nilainya di atas Rp 250 ribu.
"Nah kalau berdasarkan ketentuan, sudah kena tetapi kami belum melaksanakan itu ke teman-teman," ujarnya di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas IIA Salemba, Jakarta, Selasa (30/6/2015).
Dia menjelaskan, bea meterai ini akan dikenakan kepada pembeli atau pemegang dokumen pembayaran dalam setiap transaksi. Sehingga penjual tidak memiliki kewajiban untuk membayar bea meterai tersebut.
"Hanya ‎untuk sampel dokumen sebenarnya. Jadi kalau saya beli, saya memiliki dokumen itu berarti saya yang harus menyelesaikan, yang akan melekat siapa pemegang dokumen," lanjut dia.
Namun dia memastikan bahwa ketentuan ini tidak akan berlaku pada 1 Juli 2015. Sebab pemerintah bersama DPR masih akan memperbaiki UU tentang Bea Materai melalui revisi UU yang masuk dalam Prolegnas 2015.
"Jadi memang kami targetkan di tahun 2015, bea meterai bisa diselesaikan dan dikeluarkan UU-nya, kalau memang kami siap. Karena kan kami harus kaji UU Bea Materai yang baru. Kalau selesainya di Oktober 2015 masih ada waktu dua bulan. Kalau siap kami mulai di tanggal 1 Januari 2016. Kalau belum siap, sosialisasi masih kurang kami akan undur di 1 Juli 2016. Kalau tidak kita akan berlakukan 1 Januari 2017. Jadi Bea Meterai tahapannya melalui perbaikan UU," tandasnya.
Selain itu, Direktor Jenderal Pajak juga mengusulkan penghapusan meterai tempel Rp 3.000 dan Rp 6.000. Nantinya materai yang biasanya dijual secara bebas ini hanya memiliki satu nilai, yaitu Rp 10 ribu. "Usulan kami hanya satu tarif, tidak ada Rp 3.000 dan Rp 6.000 tetapi hanya satu tarif yaitu Rp 10 ribu," ujar mekar.
Dalam revisi, Direktorat Jenderal Pajak mengusulkan pengenaan bea meterai berdasarkan presentase. Namun hal ini hanya akan diiterapkan pada transaksi di sektor properti, penjualan saham dan bursa berjangka.
"Jadi kalau di situ, bea meterainya tidak Rp 10 ribu, tetapi akan dilihat berapa nilai pembelian sahamnya, pengalihan propertinya. Kalau Rp 1 miliar ya sudah 0,01 persen dari Rp 1 miliar itu yang masuk," kata dia. Kepastian penerapan kedua kebijakan bea meterai ini masih menunggu pembahasan revisi UU-nya pada Prolegnas dengan DPR.
"Rp 10 ribu untuk yang tempel ya satu. Ya nanti yang pembahasan terakhir. Posisi terakhir ini hanya satu Rp 10 ribu dan presentase 0,01 persen seperti di pengalihan saham," tandasnya. (Dny/Gdn)
Â