Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri memastikan tidak terjadinya serbuan ekspatriat asal China secara besar-besaran ke Indonesia. Hal ini terkait isu di berbagai media massa dan media sosial mengenai adanya serbuan (eksodus) tenaga kerja asing (TKA) asal negeri tirai bambu tersebut yang masuk dan bekerja di berbagai perusahaan di Indonesia.
Hanif mengaku telah melakukan seleksi ketat terhadap keberadaan TKA untuk memastikan tidak adanya pelanggaran aturan ketenagakerjaan, terutama izin kerja selama di Indonesia.
"Terkait adanya isu soal serbuan TKA China itu tidaklah benar. Kita harus pastikan setiap TKA yang bekerja di Indonesia mengikuti prosedur pengurusan ijin kerja dan tidak melanggar aturan ketenagakerjaan," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (30/6/2015).
Dia menjelaskan, berdasarkan data Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan dari 1 Januari 2014 hingga Mei 2015, jumlah TKA asal China tercatatkan sebanyak 41.365 orang. Dari jumlah tersebut yang saat ini masih berada di Indonesia adalah sebanyak 12.837 orang.
"Sektor yang banyak diisi TKA Cina periode tersebut yaitu perdagangan dan jasa 26.579 IMTA, industri 11.114 IMTA dan pertanian 3672 IMTA," lanjutnya.
Menurut Hanif, isu ini muncul terkait keberadaan TKA China yang bekerja di PT Cemindo Gemilang IMTA dan PT Cimona, yang banyak dipersoalkan karena diduga melakukan pelanggaran dengan jumlah TKA ilegal yang diperkiraan besar.
"Tidak benar ada exodus karena kami cukup selektif mengeluarkan izin. Semua IMTA yang kami keluarkan untuk kedua pabrik itu sifatnya sementara. Setelah itu mereka harus angkat kaki. Lagipula, para TKA itu kan hanya kerja di tahap konstruksi, bukan produksi. Jika konstruksi kelar, mereka segera pulang," katanya.        Â
Berdasarkan data Kemnaker, untuk PT Cemindo Gemilang IMTA yang diterbitkan adalah 17 IMTA. Untuk PT Cimona, terbitkan 432 IMTA, dengan batas waktu kerja hanya untuk 6 bulan kerja.
"Mengenai adanya laporan mengatakan jumlah di lapangan lebih dari itu, maka Pengawas Naker sedang meneliti keberadaan mereka. Jika tidak sesuai prosedur, maka Kemnaker pasti mencabut IMTA-nya, lalu Imigrasi mendeportasi mereka," tegasnya.
Hanif mengungkapkan, untuk memperketat masuknya TKA ke Indonsia, pihak Kemnaker telah mengeluarkan instrumen aturan pengetatan TKA, yaitu Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengendalian dan Penggunaan TKA.
Dalam aturan itu, pemerintah mewajibkan syarat-syarat baru yang lebih ketat. Diantaranya, aturan TKA harus memiliki sertifikat kompetensi atau berpengalaman kerja minimal 5Â tahun serta ada jabatan tertentu yang tertutup bagi TKA. Ada juga jabatan yang hanya diberi izin kerja selama 6 bulan dan tidak boleh diperpanjang.
Selain itu, diatur pula soal ketentuan setiap merekrut satu TKA, di saat yang sama perusahaan juga harus merekrut 10 tenaga kerja dalam negeri (TKDN) serta adanya kewajiban TKA didampingi oleh TKDN dalam rangka alih teknologi dan ilmu, dan lain-lain.
"Setiap TKA yang dipekerjakan di Indonesia harus berdasarkan jabatan dan sektor-sektor yang dibuka untuk masuknya TKA, dengan jangka waktu yang juga dibatasi untuk tiap-tiap jabatan. Bahkan ada juga jabatan yang sama sekali tertutup bagi TKA. Kita juga atur komposisi TKA dengan didampingi 10 TKDN," ungkapnya.
Sementara jika dilihat dari segi kompetensi kerja, Hanif mengatakan untuk TKA, pemerintah tetap mensyaratkan ada standar kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat. Jika tidak memiliki sertifikat mereka harus membuktikan punya pengalaman kerja selama 5 tahun dalam bidang yang diajukan.
"Standar kompetensi kerja juga harus dipatuhi para TKA. Tanpa itu tidak bisa masuk. Namun kami tetap berkeyakinan secara kompetensi TKDN sama sekali tidak kalah jika dibandingkan dengan TKA, untuk mayoritas jabatan dan posisi. Sehingga kami berprinsip TKDN harus lebih diprioritaskan peluangnya," tandasnya. (Dny/Ndw)
Energi & Tambang