3 Sentimen Buat Tren Harga Emas Melemah

Kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan akan berdampak terhadap penguatan dolar sehingga harga emas makin tertekan.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 24 Jul 2015, 12:33 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2015, 12:33 WIB
Ilustrasi Harga Emas
Ilustrasi Harga Emas (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, New York - Begitu banyak prediksi mengatakan harga emas akan melonjak ke level US$ 2.000 per troy ounce. Namun apa daya, harga logam kuning tersebut kini dalam fase tertekan. Harga emas jatuh lebih dari 40 persen dari level tertinggi pada 2011 dan tenggelam ke kisaran US$ 1.000 per troy once.

Harga emas melemah selama 10 hari berturut-turut. Hal itu merupakan kejatuhan terburuk sejak September 1996. Jika dibandingkan dengan harga minyak pada tahun yang sama berada di kisaran US$ 19 per barel.

Jadi mengapa harga emas cenderung anjlok? Ada tiga faktor utama mendorong tekanan terhadap harga emas antara lain:

1. Dolar Amerika Serikat (AS) Menguat

Dolar AS cenderung menguat sehingga harga komoditas yang dihargai dalam dolar AS menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar negeri. Hal itu berdampak terhadap bagi emas karena logam mulia biasa digunakan sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang.

"Emas terpukul kekuatan dolar AS. Selama seminggu terakhir atau lebih, itu seperti badai yang sempurna," kata Bob Alderman, Kepala Riset Gold Bullion International seperti dikutip dari laman CNN Money, Jumat (24/7/2015).

Dolar AS melemah terhadap sebagian besar mata uang pada Kamis 23 Juli 2015 sehingga memberikan sedikit napas bagi harga emas. Harga emas berdetak naik 0,2 persen ke level US$ 1.093 per ounce. Akan tetapi, selama beberapa bulan mendatang, dolar diperkirakan terus menguat.

2. China, Iran dan Yunani

Emas sempat anjlok sebanyak US$ 40 per troy ounce dalam hitungan menit setelah bank sentral China memberikan data terbaru berapa banyak emas cadangan emasnya. Data tersebut menunjukkan China menimbun cadangan emas lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Emas juga juga tertekan karena meredanya ketegangan di Eropa dan Timur Tengah. Kesepakatan nuklir Iran dengan Barat telah mendinginkan suasana.
Di sisi lain, Yunani menyepakati tuntutan kreditor, sehingga memungkinkan untuk tetap berada di zona Eropa. Para pelaku pasar tidak lagi berspekulasi tentang keluarnya Yunani.

"Bailout baru, meredakan ketakutan. Itu bukan hal yang baik untuk emas," kata Alderman.

3. Faktor inflasi

Inflasi jadi kekhawatiran. Ketika emas sedang mahal di kisaran US$ 1.900 pada September 2011, beberapa pelaku pasar membeli emas karena takut pencetakan uang oleh bank sentral Amerika Serikat/The Federal Reserve akan menyebabkan inflasi. Tetapi inflasi terus turun walau the Fed menurunkan suku bunga sangat rendah, dan tahun pembelian obligasi besar-besaran.

"Selama 5.000 tahun terakhir emas telah menjadi aset lindung nilai ketika ada inflasi. Tidak ada inflasi sekarang," kata George Gero, Wakil Presiden Direktur RBC Capital Markets.

Bahkan harga komoditas yang jatuh hanya akan menurunkan inflasi, dan ekspektasi inflasi. Mulai dari kopi, gula, kacang-kacangan, minyak mentah juga melemah. Logam industri seperti tembaga dan aluminium telah kembali jatuh dalam beberapa hari terakhir karena pertumbuhan ekonomi global yang sedikit melambat.

Saat ini jadi pertanyaan apa yang terjadi bila The Fed menaikkan suku bunga. Apalagi sinyal kenaikan suku bunga dapat dilakukan tahun ini. Kenaikan suku bunga dapat memperkuat dolar AS, dan menekan dolar.

Hal ini menjadi alasan mengapa analis komoditas Goldman Sachs Jeffrey Currie memperingatkan kalau harga emas dapat di bawah US$ 1.000 per ounce untuk pertama kali sejak 2009.

Sedangkan analis lainnya yakin harga emas dapat kembali menguat. Gero mengatakan, harga emas dalam kembali naik dalam jangka pendek untuk pekan depan. (Ilh/Ahm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya