Inflasi Juli Topang Penguatan Rupiah

Nilai tukar rupiah diperkirakan masih dibayangi sentimen global seperti kepastian kenaikan suku bunga Amerika Serikat.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 04 Agu 2015, 13:07 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2015, 13:07 WIB
Ilustrasi Pantau Rupiah
Ilustrasi Pantau Rupiah (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih bervariasi dengan cenderung menguat. Hal itu didukung dari respons pelaku pasar terhadap rilis data makro ekonomi seperti inflasi Juli 2015.

Mengutip data valuta asing Bloomberg, Selasa (4/8/2015), nilai tukar rupiah pukul 12.54 waktu Jakarta, menguat ke level 13.486 per dolar Amerika Serikat (AS). Pada pembukaan perdagangan, nilai tukar rupiah naik tipis 6 poin ke level 13.504 per dolar AS dibandingkan penutupan perdagangan Senin 3 Agustus 2015 di kisaran 13.510 per dolar AS. Siang ini, rupiah bergerak di kisaran 13.462-13.514 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah melemah tipis terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiah turun 3 poin ke level 13.495 per dolar AS pada Selasa 4 Agustus 2015 dari periode 3 Agustus 2015 di kisaran 13.492 per dolar AS.

Analis PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan penguatan rupiah ditopang dari rilis data inflasi Juli mencapai 0,93 persen. Memang angka inflasi itu naik dibandingkan Juni 2015 di kisaran 0,54 persen, atau naik sekitar 0,39 persen. Meski demikian, hal itu menandai ada perbaikan daya beli masyarakat.

"Inflasi Juli mencapai 0,93 persen yang berarti membaiknya daya beli masyarakat,” kata Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, nilai tukar rupiah diprediksi masih volatile terhadap dolar AS. Hal itu mengingat ketidakpastian kapan suku bunga AS naik. Dengan ada kepastian waktu kenaikan suku bunga AS maka mengurangi risiko di pasar keuangan termasuk rupiah.

“Saat ini adalah bulan yang sangat menentukan, hasil FOMC terdekat akan memberikan kejelasan apakah The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga pada September, dan paling lambat Desember. Itu lebih baik dari pada terkekang seperti sekarang," tambah Rully.

Sementara itu, ekonom LPS M. Dody menilai pelemahan rupiah sekitar 8 persen sepanjang tahun ini masih dapat ditoleransi.

"Ada orang yang khawatir melemahnya rupiah ke kisaran Rp 13.500 akan seperti tahun 1998, padahal tidak seperti itu. Tahun ini kita start di kisaran Rp 12.800, pada tahun 98 di kisaran Rp 2.500. Jadi masih wajar," kata Dody.

Seperti diketahui, The Federal Reserve dijadwalkan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada Rabu 19 Agustus pukul 14.00 WIB. (Ilh/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya