Liputan6.com, Jakarta - China telah merampungkan studi kelayakan (feasibility study/FS) kereta cepat atau high speed railways (HSR) Jakarta-Bandung. Sayangnya, studi ini masih harus beradu dengan FS Jepang. Penggunaan salah satu studi ini akan diputuskan pemerintah dua pekan mendatang.
"Keputusannya dalam dua minggu (pakai FS Jepang atau China). Ini saya sudah diperintahkan me-review. Kemungkinan kita review sendiri dengan masukan dari pihak luar," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago di kantornya, Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Baca Juga
Terpenting, lanjut Andrinof, dalam memutuskan penggunaan studi kelayakan antara Jepang dan China, pemerintah melihat atau mempertimbangkan berbagai hal.
Advertisement
"Semua kita lihat, bukan cuma murah dari segi akuntasi finansial, tapi secara ekonomis, dampak penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), tenaga kerja, fasilitas publik, pelayanan dan penentuan lokasi," tuturnya.
China, sambung Andrinof menawarkan suku bunga investasi murah 2 persen dengan masa pengembalian sampai 50 tahun. Terdiri dari 10 tahun grace period dan tenor 40 tahun. "Memang banyak keunggulan yang diberikan China," lanjut dia.
Tawaran lain yang tak kalah menarik, tambahnya, sanggup memulai pekerjaan kereta cepat pada September 2015. Bahkan dia mengaku, China menargetkan proyek Shinkansen Jakarta-Bandung bakal selesai dalam waktu tiga tahun.
"Pihak China menjelaskan dengan rinci bagaimana rencana ini masuk akal. Mereka menunjukkan pengalamannya membangun 17 ribu kilometer (km) rel kereta, diantaranya 9.000 km untuk HSR. Itu terbesar di dunia lho," papar dia.
Sementara penawaran Jepang yang juga sudah lebih dulu menggarap FS Shinkansen Jakarta-Bandung, Andrinof masih bungkam. "Sepertinya ada perubahan, jadi perlu dilihat lagi," ujar dia.
Kereta cepat Shinkansen kini menjadi salah satu proyek yang didorong pemerintah Joko Widodo (Jokowi) setelah sebelumnya dipastikan tidak masuk dalam rencana pembangunan lima tahun.
"Dulu kan konsepnya menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dengan menggunakan APBN. Kalau pakai APBN kita belum ada agenda itu. Sedangkan swasta mau bangun, ya itu menguntungkan dan menggerakkan perekonomian tanpa menimbulkan masalah," jelas dia.
Andrinof menyebut, kebutuhan anggaran pembangunan kereta cepat Shinkansen sebesar US$ 5,5 miliar. Jika diitung menggunakan kurs rupiah 13.500 per dolar AS, maka investasinya ditaksir sekira Rp 74,25 triliun.
"Nilai investasinya US$ 5,5 miliar. Itu untuk membangun HSR," ucap dia. (Fik/Ndw)