Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan payung hukum terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berhenti bekerja.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT).
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn Massaya mengatakan, bagi pekerja yang ingin mencairkan dana JHT-nya di kantor BPJS Ketenagakerjaan, wajib membawa kartu BPJS Ketenagakerjaan, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), surat berhenti bekerja, dan surat asli dari perusahaan yang menyatakan bahwa pekerja yang bersangkutan telah berhenti bekerja.
Advertisement
"Setelah diproses, satu bulan kemudian dia bisa mencairkan," ujarnya di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Dia mengungkapkan, saat ini jumlah pekerja yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan telah mencapai 17,2 juta orang. Meski jumlah kepesertaannya cukup besar, namun Elvyn yakin bahwa pihak tidak akan mengalami kesulitan saat melakukan proses pencairan maupun terkait ketersediaan dana untuk pencairan.
"Kami mampu untuk membayarkan itu. (Jika banyak klaim) itu memang akan menurunkan nilai aset kita, tetapi tidak ada investasi yang rugi karena kita kan investasi jangka panjang," kata dia.
Sementara itu Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan bahwa agar tidak terjadi masalah dalam proses pencairan ini, baik pekerja maupun perusahaan diminta untuk pro-aktif memberikan laporan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat jika terjadi PHK.
"Perusahaan harus lapor ke Dinas kalau berhentikan pekerja dan pekerjanya juga harus pro-aktif bertanya soal ini. Bagi (perusahaan yang tidak melaporkan) ada sanksi pidana dan sanksi administrasi," tandasnya. (Dny/Ndw)