Buruh Tolak Pencabutan Wajib Kuasai Bahasa Indonesia bagi TKA

KSPI menolak rencana pemerintah menghapus persyaratan wajib berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Agu 2015, 20:23 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2015, 20:23 WIB
Ini Tuntutan Buruh Saat Serbu Markas BPJS
Ratusan buruh yang tergabung dalam Jamkes Watch dan KSPI serbu kantor BPJS, Jakarta, Rabu (17/9/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia menolak keras kebijakan pemerintah yang membiarkan puluhan ribu tenaga kerja asing/TKA terutama China masuk ke Indonesia bekerja sebagai operator.

Selain itu, KSPI dan buruh itu juga menolak rencana Presiden menghapus persyaratan wajib berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing itu. Ketua KSPI, Said Iqbal menuturkan kebijakan tersebut mengancam kedaulatan bangsa, mengurangi lapangan kerja bagi buruh Indonesia lantaran pekerjaan tersebut bisa dikerjakan di Indonesia.

Tak hanya itu, Said menilai, tujuan investasi untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan akan gagal karena lapangan pekerjaan akan diisi tenaga kerja asing dan masyarakat Indonesia tidak punya penghasilan karena tidak ada pekerjaan.

"Karena itu pemerintah harus menghentikan sekarang juga masuknya ratusan ribu tenaga kerja asing unskill dari China ke Indonesia. Ini membatalkan pasal perjanjian investasi yang memasukkan butir membolehkan pekerja asing unskill atau operator bekerja di proyek investasi tersebut seperti yang terjadi di Papua, Pandeglang Banten, dan Batam," jelas Said dalam keterangan yang diterbitkan, Minggu (23/8/2015).

Ia menambahkan, bila tetap menjalankan kebijakan ini berarti sama memiskinkan buruh dan rakyat.

Seperti diketahui, mega proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah ternyata membawa dampak lain bagi sektor tenaga kerja, dalam hal ini masuknya tenaga kerja asing dalam proyek tersebut.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastruktur, Zulnahar Usman mengatakan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia seharusnya merupakan tenaga kerja dengan keahlian tertentu atau level atas.

Namun kenyataan pada proyek pembangkit listrik, tenaga kerja asing yang bekerja justru tenaga kerja pada level bawah atau pekerja lapangan.

"Mereka masuk harusnya ke level strategis, misalnya mereka bawa investasi, mereka masuk ke direktur keuangan. Tapi kenyataannya banyak pekerja lapangan," ujar Zulnahar.

Menurut dia, para pekerja asing ini biasanya merupakan peralihan dari pekerja yang sebelumnya di sektor pertambangan, kemudian beralih ke proyek pembangunan pembangkit listrik.

Meski tidak mempunyai angka pasti, namun Zulnahar memperkirakan jumlah tenaga kerja asing ini lebih mencapai ribuan orang dan banyak tersebar di titik proyek pembangkit listrik seperti Bali, Kalimantan dan Sumatra.

"Entah pembangkit di Bali, Kalimantan, Sumatra. Jumlahnya ribuan karena dalam satu proyek saja ada sekitar 100-200 tenaga kerja asing. Sekarang ada berapa proyek yang tersebar di Indonesia," kata dia.

Agar tidak semakin banyak tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia, Zulnahar meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan lebih ketat. Selain itu, dia juga meminta agar ada koordinasi yang lebih baik antara Kementerian Ketenagakerjaan dengan Dinas Tenaga Kerja di daerah. (Fik/Ahm)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya