Amerika Serikat Diramal Bangkrut Seperti Yunani

Dengan tingkat utang yang tinggi, Amerika Serikat ternyata memiliki risiko bangkrut layaknya Yunani

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Agu 2015, 19:47 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2015, 19:47 WIB
Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) hingga kini dikenal sebagai negara adidaya‎ yang menjadi kiblat teknologi di dunia. Namun bnukan berarti AS bebas dari masalah. Pernahkah Anda berpikir jika suatu saat nanti AS bakal barnasib sama seperti Yunani.

Vice President Research&Analysis Asia Securities Nico Omer ‎memprediksikan dalam jangka waktu ke depan AS bakal mengalami kebangkrutan seperti Yunani. Ini lebih disebabkan tingkat hutang AS yang dinilai terlalu tinggi.

‎Nico menyebutkan, saat ini utang AS mencapai US$ 18,2 triliun‎ dan itu belum termasuk tanggungan pemerintah kepada masyarakat berupa tunjangan kesehatan dan tunjangan pensiun (unfunded liabilities).

‎"Jika kita jumlahkan semuanya, utang AS sebetulnya sudah lebih dari US$ 100 triliun, mereka tidak mungkin bayar kembali, kalau kita melihat per kapita utangnya per orang di AS bahkan lebih tinggi dari Yunani,‎" jelasnya, Rabu (26/8/2015).

Tingginya utang tersebut diyakini Nico menjadi satu resiko yang bersifat bom waktu‎. Menurut dia, majunya AS selama ini berbanding lurus dengan menumpuknya tingkat utang negara yang kini dipimpin Presiden Barrack Obama itu.

Dia membandingkan dengan Indonesia, dari tingkat utang Indonesia saat ini lebih sehat dan aman. Utang Indoensia sekarang sekitar Rp 2.800 triliun atau 25 persen dari Gross Domestik Product (GDP), sementara utang AS lebih dari 100 persen GDP nya.

‎"Tidak usah membanggakan atau menakutkan AS sebagai negara adidaya. Karena mereka bukan maju dalam apa, tapi maju dalam penumpukan utang, itu sebenarnya bukan suatu kebanggaan‎," papar dia.

‎Tidak hanya itu, Indonesia secara makro ekonomi jauh lebih sehat ketimbang AS. Hal ini terlihat dari rasio utang terhadap GDP, tingkat pertumbuhan, tingkat pertumbuhan GDP per kapita, inflasi, hingga suku bunga yang lebih baik di Tanah Air dibanding AS.

Kondisi ini, tambah Nico, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan akan menguntungkan Indonesia. Sebab, investor akan berbondong-bondong menanamkan modalnya ke Indonesia, dibanding ke negara maju seperti AS yang terlilit hutang puluhan triliun.‎ (Yas/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya