Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah semakin tenggelam pada selasa (8/9/2015) karena belum adanya perubahan fundamental dalam negeri yang cukup signifikan di tengah tekanan dari faktor eksternal.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah 0,16 persen ke level 14.289 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pukul 10.00 WIB. Sejak pagi hingga siang, nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran 14.263 per dolar AS hingga 14.300 per dolar AS. RUpiah sempat menyentuh level 14.304 pada perdagangan hari ini.
Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah kembali terkikis 0,3 persen menjadi 14.285 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 14.234 per dolar AS.
Pendorong pelemahan nilai tukar rupiah karena para investor berlomba-lomba melepas kepemilikan mereka di surat utang negara. Ada dua alasan pokok yang menyebabkan para inevstor melepas kepemilikan mereka di surat utang negara tersebut.
Pertama adanya rencana kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed). Kedua perlambatan ekonomi China yang mendorong perlambatan ekonomi dunia termasuk Indonesia.
Selain itu, larinya investor juga karena adanya kekhawatiran mengenai utang yang dimiliki oleh pemerintah dan juga swasta. Kepala analis Kredit Schroder Investment Management, Raymond Chia mengatakan, tingginya utang swasta membuat investor waspada akan kekuatan modal dari perusahaan-perusahaan tersebut.
berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri Indonesia sektor swasta tercatat sekitar US$ 168,7 miliar atau 55,8 persen dari total ULN pada Mei 2015. Utang luar negeri sektor swasta pada akhir Mei 2015 terutama terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, listrik, gas dan air bersih. Pangsa utang luar negeri keempat sektor itu terhadap total utang luar negeri sektor swasta mencapai 75,9 persen.
S&P Director of Sovereign Ratings Singapura, Kyran Curry mengatakan, sebenarnya langkah yang telah dilakukan oleh bank Indonesia dalam menahan nilai tukar rupiah agar tidak lebih tertekan cukup baik. Namun ia khawatir tindakan BI tersebut akan menghabiskan banyak devisa.
Curry juga menambahkan bahwa sangat penting untuk tetap melindungi rupiah dari faktor eksternal karena tekanan tersebut kemungkinan besar masih akan terus berlangsung sampai dengan akhir tahun nanti.
Hal senada juga dikatan Ariston Tjendra Head of Research and Analysis PT Monex Investindo Futures. "Faktor ekternal lebih dominan, tidak hanya rupiah, ringgit juga melemah" jelasnya.
Di sisi lain, tidak adanya perubahan fundamental di dalam negeri ikut memperburuk kondisi rupiah. "Mungkin pasar belum melihat adanya perubahan fundamental," tuturnya.
Seperti diketahui, pemerintah sedang menggodok empat paket kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan juga menahan kejatuhan nilai tukar rupiah. Empat paket kebijakan itu pertama menyangkut fiskal dan keuangan. Kedua deregulasi besar-besaran yang menyangkut investasi di sektor perdagangan, industri dan pertanian. Paket kebijakan ketiga berupa insentif percepatan pembangunan smelter, dan keempat menyangkut persoalan pangan. (Ilh/Gdn)