Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) siap menggelar Sensus Ekonomi (SE) mulai Mei 2016 dan akan berakhir pada 2018. Lembaga ini akan mensurvei atau mengumpulkan data dari puluhan juta pebisnis seluruh Indonesia dengan anggaran yang terancam dipotong.
‎Kepala BPS‎, Suryamin mengungkapkan Sensus Ekonomi 2016 merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 1997. Dalam UU tersebut, BPS harus melaksanakan tiga sensus besar, yakni Sensus Penduduk yang diselenggarakan setiap tahun yang berakhiran angka nol, Sensus Pertanian pada tahun yang berakhiran angka tiga dan Sensus Ekonomi yang berakhiran angka enam.
Baca Juga
"Jadi Sensus Ekonomi 2016 adalah SE yang ke-4 kalinya, setelah sebelumnya berlangsung pada 1986, 1996 dan 2006. Sensus ini akan digelar pada Mei 2016, lalu dilanjutkan pada awal 2017 dan diperkirakan selesai pada 2018," terang dia saat acara Forum Bakohumas Sensus Ekonomi di kantornya, Jakarta, Senin (14/9/2015).
Advertisement
Suryamin menjelaskan, Sensus Ekonomi 2016 merupakan sensus paling kompleks dengan responden bervariasi. Disebut kompleks, kata dia, karena mencakup 19 sektor yang akan di data dalam sensus skala besar ini, di luar sektor pertanian. Sebanyak 19 sektor itu meliputi, sektor pertambangan dan penggalian; industri pengolahan‎; pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin; pengadaan air, pengelolaan sampah dan daur ulang, pembangunan dan pembersihan limbah dan sampah; sektor konstruksi; perdagangan besar dan eceran; reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; transportasi dan pergudangan.
Sektor lainnya, penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa profesional, ilmiah dan teknis; jasa persewaan, ketenagakerjaan, agen perjalanan dan penunjang usaha lainnya; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; kebudayaan, hiburan dan rekreasi; kegiatan jasa lainnya; jasa perorangan yang melayani rumah tangga; kegiatan badan organisasi internasional.
"Ini sensus paling kompleks karena kita akan mendata semua skala ekonomi mikro, kecil, sedang dan besar. Seperti berapa jumlah tenaga kerja yang diserap, output apa yang dihasilkan, statusnya perusahaan apa, sampai data lebih rinci mencakup upah buruh dan sebagainya," terang Suryamin.
Sementara responden yang akan disurvei, kata dia, adalah kalangan pebisnis dan pengusaha. Dari catatannya, pada 2006, jumlah usaha mencapai 16-17 juta usaha. Saat ini, sambung Suryamin, BPS memperkirakan jumlah usaha yang akan didata pada 2016 sebanyak 28 juta usaha di 34 provinsi.
Terdiri dari 98 kota, 433 kabupaten, 6.989 kecamatan, 23.169 desa atau kelurahan konsentrasi usaha dan non konsentrasi usaha 57.596 desa. Sasaran responden SE 2016, seluruh usaha atau perusahaan non pertanian di lokasi mal, perkantoran, kaki lima, pasar kaget, usaha keliling maupun warung kelontong. Pelaku usaha yang dibidik, kalangan pemerintah sekolah dan rumah sakit, tempat ibadah, rumah sakit swasta, organisasi sosial, restoran, supermarket, hotel dan usaha online maupun non formal sektor lainnya.
"Yang pasti ada puluhan juta pengusaha. Tapi kita tidak tahu, makanya di survei lagi. Sektor manufaktur saja ada 3,5 juta usaha. Yang tumbuh itu sektor jasa, banyak kegiatan usaha baru yang punya prospek bagus, misalnya di transportasi ada GoJek, Uber Taksi, dan sebagainya. Belum lagi ekonomi kreatifnya," terang Suryamin.
Sayangnya, diakui Suryamin, alokasi anggaran Sensus Ekonomi sampai dengan 2017 sebesar Rp 3,4 triliun terancam dipotong. Sebab, dia bilang, seluruh pagu anggaran Kementerian/Lembaga dipangkas termasuk jatah BPS.
"Anggaran SE sebesar Rp 3,4 triliun. Tapi ada pemotongan, kan anggaran seluruh K/L ‎kena potong. Tapi kita akan berusaha mengusulkannya (supaya tidak dipotong)," ujar Suryamin.
Dia berharap, hasil data Sensus Ekonomi ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Seperti pemberian stimulus, insentif yang akan menggairahkan atau mendongkrak pertumbuhan sektor usaha tersebut sehingga mampu berkontribusi secara signifikan terhadap Produk Domesti Bruto (PDB) secara wilayah dan nasional. (Fik/Ahm)