KPPU Ingatkan Jokowi Agar Tak Ulangi Kesalahan SBY

Pengurangan impor daging sapi berlebihan malah menciptakan kartel.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 14 Sep 2015, 14:01 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2015, 14:01 WIB
Harga Daging Sapi Kembali Normal
Seorang pedagang daging sedang merapikan barang dagangannya, Jakarta, Senin (22/6/2015). Harga daging sapi kembali normal setelah sebelumnya sempat mengalami kenaikan hingga mencapai Rp.110rb/kg. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta agar pemerintah tidak memasang target 5 tahun untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Impor daging masih dibutuhkan agar tidak terjadi kelangkaan di pasar.

'‎Jangan sampai target swasembada dibuat agresif dan cenderung mengulangi kekeliruan yang terjadi di masa lalu. 5 tahun kedua SBY ada juga target swasembada yang dibuat pemerintah‎," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (14/9/2015).

"Memang menutup impor itu tidak mungkin dilakukan terhadap daging, karena terlalu banyak persoalan," tambah dia.

Demi swasembada di era Presiden SBY, pemerintah memutuskan untuk mengurangi impor 10 persen tiap tahunnya, selama 5 tahun pemerintahan.

Padahal pada 2009 lalu, tingkat impor daging masih mencapai 60 persen‎. Pengurangan impor berlebihan malah menciptakan kartel dan pemerintah harus menghindari hal ini.

"Artinya dibagi dengan pertumbuhan populasi sapi lokal akibatnya akan terjadi kelangkaan. Ini yang kita sampaikan ke Wapres bahwa jangan sampai hal-hal di masa lalu sudah pernah terjadi berulang lagi sekarang, sehingga tidak menciptakan kelangkaan‎," tutur dia.

Syarkawi menuturkan swasembada daging sapi merupakan impian tiap pemerintah. Namun, hal itu sulit diwujudkan dalam 1 masa pemerintahan atau 5 tahun. Ia‎ menyarankan agar target swasembada diputuskan dalam 2 masa pemerintahan atau 10 tahun.

"‎Mungkin jangan 5 tahun untuk capai swasembada, bisa 10 tahun, tidak dalam 1 kepemimpinan, bisa saja 2 periode kepresidenan. Untuk mencapai 5 tahun agak sulit. Kenapa enggak dibuat jangka menengah ataupanjang saja, sehingga target bisa lebih realistis dicapai," jelas Syarkawi.

Syarkawi juga mengatakan sampai saat ini 70 persen kebutuhan daging ‎berada di Jakarta. Pasokannya berasal dari Australia, NTB, Bali, dan Sulawesi Selatan. (Silvanus Alvin/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya