Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan‎ ekonomi yang salah satunya berisi untuk membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor pesawat dan suku cadangnya.
Namun, kebijakan pemerintah tersebut tampaknya kurang disambut positif oleh para pelaku industri penerbangan itu sendiri. Kebijakan tersebut dinilai tidak akan signifikan dalam mengurangi biaya operasional maskapai.‎
"Kalau PPN sudah dinolkan, maka Bea Masuk juga harusnya nol. Ini bagus juga untuk mendorong perawatan kita agar lebih efisien. Namun, bea masuk juga lebih penting," kata Ketua Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Arif Wibowo kepada Liputan6.com seperti ditulis, Senin (5/10/2015).
Advertisement
Arif menuturkan, dengan bebas PPN tersebut, para maskapai masih dikenakan bea masuk impor pesawat dan suku cadang sekitar 8 persen. Karena itu, ia menegaskan kebijakan itu akan efektif jika bebas bea masuk ketimbang PPN-nya.
"Kalau bea masuk nol, maka otomatis PPN juga nol," tegas dia.
Selama ini biaya perawatan pesawat mencapai 15 persen dari total‎ biaya operasional pesawat yang setiap tahun mencapai US$ 4 miliar. Karena itu, kebijakan pembebasan bea masuk tersebut akan lebih terasa di tengah kondisi dolar Amerika Serikat yang terus menguat.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid II. Salah satu kebijakan dari paket ekonomi itu adakah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2015 tentang impor dan penyerahan alat angkutan tertentu yang tidak dikenai PPN. Isi dari PP itu membebaskan tanggungan PPN bagi industri galangan kapal, kereta api, pesawat terbang, dan suku cadangnya. (Yas/Ahm)*