Sentimen The Fed Picu Mata Uang Negara Berkembang Menguat

Perkembangan ekonomi global dan China diperkirakan menjadi pertimbangan bank sentral AS menunda kenaikan suku bunga.

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Okt 2015, 11:07 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2015, 11:07 WIB
Ilustrasi Liputan Khusus Perang Mata Uang
Ilustrasi Liputan Khusus Perang Mata Uang

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang negara berkembang terus menguat dalam lima hari ini. Penguatan mata uang negara berkembang itu ditopang dari rilis hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve yang menunjukkan akan menunda kenaikan suku bunganya. Hal itu mendorong permintaan terhadap aset investasi di negara berkembang.

Indeks Bloomberg yang mengukur 20 mata uang telah naik 0,8 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Indeks MSCI Emerging Market turun 0,3 persen ke level 848,37 setelah naik sebanyak 0,2 persen. Indeks tersebut telah naik 9,6 persen, dan reli selama enam hari. Didukung dari spekulasi kalau bank sentral AS akan menunda kenaikan suku bunganya hingga tahun depan. Sejumlah mata uang pun menguat terhadap dolar AS seperti Rubel Rusia reli 2,1 persen terhadap dolar AS. Diikuti Real Brazil menguat 2,6 persen terhadap dolar AS.

Penguatan mata uang sejumlah negara tersebut setelah rilis pertemuan The Federal Reserve pada 16-17 September menunjukkan kalau pejabat bank sentral AS menahan diri untuk menahan kenaikan suku bunga. Hal itu mempertimbangkan prospek untuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dan juga perkembangan ekonomi China. Bank sentral AS juga khawatir terhadap penguatan dolar AS.

"Perkembangan ekonomi global yang melambat telah memudarkan prospek kenaikan suku bunga. Selama pasar mengharapkan The Federal Reserve untuk menunda, semakin Anda akan melihat optimistis, dan terjadi reli di pasar negara berkembang," ujar Emma Dinsmore, CEO R-Squared Macro Management seperti dikutip dari laman Bloomberg, Jumat (9/10/2015).

Dana Investor Asing Masuk Indonesia

Rupiah pun menjadi salah satu mata uang di negara berkembang yang mencatatkan penguatan pada pekan ini. Penguatan rupiah termasuk terbaik dalam pekan ini sejak 2001 yang didukung kalau sinyal bank sentral AS akan menunda menaikkan suku bunga hingga tahun depan.

Mengutip Bloomberg, rupiah telah naik 2,8 persen menjadi 13.508 per dolar AS pada pukul 08.42 waktu Jakarta.Dana investor asing masuk ke bursa saham juga terus terjadi dalam empat hari ini. Jumlah dana investor asing masuk mencapai US$ 148 juta, dan terbesar sejak April.

"Investor bergegas untuk membeli aset emerging market karena melihat penurunan yang sudah besar. Akan tetapi penguatan terlalu cepat dan tajam juga perlu diwaspadai karena apabila ada data memburuk juga dapat membuat pembalikan arah jadi kurang baik," kata Ekonom BCA, David Sumual.

Bila melihat data Bloomberg, mata uang di kawasan Asia Pacifik menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Mata uang dolar Singapura naik 0,14 persen menjadi 1.4025 per dolar AS. Mata uang Jepang Yen naik tipis 0,1 persen ke level 119,92 terhadap dolar AS.

Lalu mata uang Taiwan menguat 0,91 persen menjadi 32.3010 per dolar AS, mata uang Korea Selatan Won naik 0,90 persen menjadi 1,148.Penguatan mata uang terhadap dolar AS juga diikuti mata uang Filipina Peso naik 0,42 persen menjadi 45.9480 per dolar AS. Diikuti mata uang Malaysia Ringgit naik 2,34 persen menjadi 4.1363, mata uang Thailand Baht menguat 0,29 persen menjadi 35.6760. (Ahm/Igw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya