Raja Sinetron Raam Punjabi Tagih Janji Jokowi

Raam Punjabi menagih janji Jokowi untuk membangun 1.000 gedung bioskop bagi rakyat jelata atau orang miskin.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Okt 2015, 07:40 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2015, 07:40 WIB
Raam Punjabi
Raam Punjabi [Foto: Herman Zakaria/Liputan6.com]

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari ratusan judul sinetron dan film asli Indonesia telah diproduksi perusahaannya dengan bendera PT Tripar Multivision Plus atau lebih dikenal Multivision Plus. Di balik kesuksesan rumah produksi ini, ada nama Raam Punjabi yang berjuang membangun kerajaan bisnisnya dan memajukan perfilman Tanah Air.  

Pemilik nama lengkap Raam Jethmal Punjabi ini merasakan semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan visi misi tersebut. Sayang disayang, uluran tangan pemerintah untuk industri perfilman Indonesia tak kunjung terealisasi.

"Kami belum melihat implementasi dari semangat itu, apa yang dijanjikan Pak Jokowi belum terlaksana," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Senin (19/10/2015).

Produser sinetron dan film yang lahir pada 6 Oktober 1943 tersebut menagih janji Jokowi untuk membangun 1.000 gedung bioskop bagi rakyat jelata atau orang miskin. Kata Raam, pemerintah juga mengiming-imingi pelaku usaha industri perfilman dengan anggaran Rp 1,5 triliun di bidang ekonomi kreatif.

"Tapi itu semua belum terlaksana, karena pembangunan bioskop itu penting. Kalau kita rilis film Indonesia, hanya bisa diputar di 70 gedung bioskop, jika laku baru ditambah. Beda, film impor merata pertama kali diputar 150 bioskop. Perbedaan ini yang harus dikoreksi," harap Raam.

Lebih jauh Raja Sinetron dan Film itu berambisi memproduksi film-film Indonesia berbobot, berkualitas dan bisa menjadi warisan budaya bagi generasi penerus bangsa. Mimpi tersebut, sambungnya, perlu mendapat sokongan dari pemerintah. Sebab jika ditanggung sendiri oleh produser, maka beban kerugian terlampau berat.

Seperti diketahui, Pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur keturunan India barus saja me-launching film sejarah Soekarno yang mendapat kritikan dan tentangan dari sejumlah pihak.

"Contohnya film Soekarno, saya kena tuntut kanan kiri, tidak ada yang bela saya, akhirnya saya rugi. Lalu saya produksi film Sang Pencerah, semua beres tapi jika saya produksi bagian keduanya, bujet terlalu besar, jadi saya berpikir dua kali. Jadi pemerintah sama sekali belum membantu," tutur Raam.

BUMN Perfilman

BUMN Perfilman


Putra pasangan Jethmal Tolaram Punjabi dan Dhanibhai Jethmal Punjabi ini mendesak pemerintah mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perfilman sebagai tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Ide kreatif Raam mengusulkan agar pemerintah menanamkan saham 85 persen di BUMN tersebut, sedangkan sisanya bisa dimiliki swasta. Kerjasama ini dinilai dia sangat menguntungkan dan membantu produser setiap kali ingin memproduksi film berbobot, seperti Soekarno dan Sang Pencerah.

"Iya BUMN Perfilman, pasti keren kan. Jadi pemerintah harus tanam modal 85 persen, nah rugi ditanggung pemerintah. Kalau untung dibagi 50:50. Kenapa begitu? Karena pemikiran datang dari produser dan orang-orang kreatif, sehingga pemerintah harus punya tanggung jawab kepada generasi penerus," paparnya.

BUMN Perfilman itu, dijelaskan Raam, milik pemerintah dan bersifat independen. Artinya harus berorientasi pula mencari keuntungan, bukan melulu rugi. Dengan begitu, katanya, Indonesia bisa lepas dari belenggu film-film bertema poligami, percintaan dan lainnya.

"Selama ini belum ada BUMN Perfilman dan saya dengar itu ide yangluar biasa, tapi dianggap di luar perundang-undangan. Kan bisa dicari jalan keluarnya. Kalau tidak ada niat, ya selamanya akan datar-datar begini terus," keluh Raam.

Di sisi lain, Raam Punjabi mengaku, pajak tontonan film di daerah terbilang cukup tinggi. Di Jakarta dan kota besar lain misalnya, setoran pajak hanya diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen. Sementara di tingkat Kabupaten masih tinggi sebesar 25 persen.

"Saya tidak mau bersaing dengan bioskop 21, jadi saya membangun bioskop di daerah yang belum punya bioskop, seperti di Magelang, Sidoarjo dan daerah kecil lain," cetus dia.

Siapa Raam Punjabi?

Siapa Raam Punjabi?


Suami dari Raakhee Punjabi ini memulai karir di sebuah perusahaan tekstil dari 1962-1963. Kemudian, ia merintis sebuah usaha impor tekstil pada 1964. Tidak berselang lama, periode 1969, Raam banting stir mendirikan perusahaan importir film PT Indako Film dengan modal Rp 30 juta bersama dua kakaknya Dhamoo Punjabi dan Gobind Punjabi. Maklum saja, anak ketiga itu hobi menonton film.

Tidak berhenti sampai di situ, Raam kemudian mendirikan PT Panorama Film pada 1971-1976. Bersama PT Aries Internasional Film, ia memproduksi film Indonesia pertama Mama, karya sutradara Wim Umboh di era 1972. Sayangnya kurang meledak di pasaran.

Tak kenal menyerah, Raam kembali memproduksi film kedua Demi Cinta dan ketiga yakni bintang terang menghampirinya. Pada periode 1980-an ketika kondisi perfilman Indonesia sedang terpuruk, Raam justru berkibar setelah membawa film bergenre komedi dengan bintang Trio Warkop (Warung Kopi) yaitu Dono, Kasino dan Indro.

Dalam kurun waktu tujuh belas tahun awal karirnya sebagai produser, Raam telah memproduksi lebih dari 100 film termasuk lewat PT Parkit Film yang ia dirikan pada 1981.

Saat perfilman Indonesia jatuh terpuruk, Raam mulai menjajal peruntungan memproduksi sinetron. di RCTI. Serial sinetron pertama komedi Gara-Gara, yang dibintangi Lydia Kandou dan Jimmy Gideon mendapat sambutan positif dari penonton. Lalu 1990 ia mendirikan rumah produksi PT Tripar Multivision Plus dengan modal Rp 250 juta. Dan perusahaan itu kini makin bersinar sampai dengan saat ini. (Fik/Ndw)
    

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya