Bila Rencana Usaha Kurang Apik, Suntikan Modal ke BUMN Bisa Batal

Fraksi Gerindra secara tegas menolak suntikan modal tersebut karena dianggap belum terlalu mendesak bagi BUMN saat ini.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Okt 2015, 13:37 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2015, 13:37 WIB
20151015-Raker RAPBN 2016-Jakarta
(Ki-ka) Menkeu Bambang Brodjonegoro dan Menteri PPN Sofyan Jalil saat Rapat Kerja di Senayan, Jakarta, Kamis (15/10/2015). Pemerintah mengurangi alokasi belanja daerah untuk kedua kalinya pada RAPBN 2016 sebesar 0,51 persen. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pagu anggaran pada pos Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp 39,42 triliun untuk puluhan badan usaha milik negara masih dikritisi anggota parlemen. Salah satunya Fraksi Gerindra yang secara tegas menolak suntikan modal tersebut karena dianggap belum terlalu mendesak bagi perusahaan pelat merah saat ini.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengakui bahwa sebagian besar fraksi di DPR menilai jumlah PMN kepada BUMN ini terlalu besar dan berbanding jauh dengan kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Ia mengatakan PMN digunakan untuk membangun infrastruktur, pangan, dan mendorong industri dalam negeri.

"Kita perhatikan banyak fraksi menyoroti masalah PMN pada BUMN kita karena jumlahnya lebih dari Rp 39 triliun, terlalu besar. Tapi kami sepakat dengan pendapat tersebut, sehingga kesepakatan pemerintah dan Banggar adalah pencairan PMN harus mendapat persetujuan komisi teknis terkait," ujarnya sebelum Sidang Paripurna Pengesahan RUU APBN 2016 di gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/10/2015).

‎Itu artinya, Bambang menegaskan, pencairan PMN pada tahun depan harus seluruhnya mendapatkan restu dari Komisi XI. Anggota Parlemen, ujarnya, dapat menolak pencairan suntikan modal bagi suatu BUMN meskipun sudah dianggarkan di RAPBN 2016.

"Mereka bisa saja menolak walaupun sudah dianggarkan, terutama kalau ada rencana bisnis yang kurang sesuai atau masalah governance kurang diperhatikan. Makanya kami sepakati keinginan DPR bahwa semua PMN harus diteliti dan diperhatikan efektivitasnya. Kalau ada BUMN yang diyakini tidak mampu, bisa ditolak," ujar Bambang.

‎Sebelumnya, Anggota Banggar dari Fraksi Gerindra Wilgo Zainar saat Pandangan Akhir Mini Fraksi sebagai Sikap Akhir Fraksi di gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/10/2015) menegaskan bahwa Fraksi Gerindra menolak RAPBN 2016 secara keseluruhan. "Fraksi Gerindra menolak RAPBN 2016," Wilgo menegaskan.

Sebagai akibat penolakan ini, katanya, Pasal 23 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun sebelumnya, yakni APBN-P 2015.

"Fraksi Gerindra berpihak kepada rakyat. Dengan penolakan ini, kami membawa pesan kepada pemerintah untuk sungguh-sungguh kerja, kerja, dan kerja supaya kinerja dapat berhasil dengan baik," ucap Wilgo.

Ia beralasan Fraksi Gerindra menolak RAPBN 2016 karena menganggap target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah tahun depan tidak realistis mengingat realisasi pengumpulan penerimaan pajak di APBN-P 2015 diperkirakan menemui kekurangan Rp 120-150 triliun.

"Penyertaan Modal Negara (PMN) juga belum mendesak untuk badan usaha milik negara (BUMN). Angka pengangguran dan kemiskinan malah naik tajam," ujarnya.

Dalam RAPBN 2016, pemerintah memasang target penerimaan pajak sebesar Rp 1.356,76 triliun pada 2016. Sementara suntikan modal ke BUMN dianggarkan sebesar Rp 39,42 triliun.

‎Fraksi Gerindra memandang alokasi suntikan modal negara sebesar Rp 39 triliun di RAPBN 2016 belum terlalu mendesak. Berdasarkan pengalaman tahun ini, dari alokasi PMN Rp 62 triliun, realisasi pencairannya baru mencapai Rp 28 triliun.

"Kami ingin PMN digunakan untuk dana desa, jadi jumlahnya ditambah. Kalau ada 74 ribu desa, pemerintah harus menepati janji kampanye Presiden Jokowi bahwa satu desa menerima Rp 1 miliar. Itu bisa diambil dari PMN untuk menambah dana desa. Ini akan lebih bijaksana buat rakyat dan dialihkan untuk infrastruktur demi menunjang kedaulatan pangan. Kami tidak mau Indonesia jadi negara importir pangan saja," ucap Wilgo.

Sementara Fraksi Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) serta Nasional Demokrasi (Nasdem) dapat menerima RAPBN 2016 dengan berbagai catatan. (Fik/Zul)**

 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya