Gelar Mogok Nasional, Ini Daftar Tuntutan Buruh

Ada empat poin yang menjadi tuntutan buruh untuk melakukan aksi mogok nasional.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 02 Nov 2015, 10:48 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2015, 10:48 WIB
20151015-Demo Buruh
Ribuan buruh melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (1/9/2015). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah buruh mengancam akan kembali melakukan aksinya dengan melakukan mogok kerja nasional pada 18-20 November 2015. Mogok nasional ini akan dilakukan serempak di 25 provinsi dan 200 kabupaten atau kota dengan 5 juta buruh.

Presiden KSPI Said Iqbal me‎njelaskan, salah satu alasan mogok nasional tersebut adalah pihaknya memprotes ketentuan pemerintah yang menetapkan formula kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Said, seharusnya kenaikan UMP bisa lebih tinggi. Hal itu dibuktikan dengan ‎rupiah yang mulai membaik dan ada 16 perusahaan tekstil dan padat karya akan beroperasi dengan menyerap 121 ribu pekerja baru (sebelum ada PP nomor 78/2015) dan walaupun dibilang ekonomi melambat tapi masih tumbuh 4,6 persen. Menurutnya, itu berarti masih ada penyerapan lapangan kerja baru 1 juta orang.‎

"Jadi kenapa harus buruh yang dikorbankan dengan kembali ke rezim upah murah?" kata Said dalam keterangannya, Senin (2/11/2015).

Tidak hanya itu, buruh juga memprotes keras tindakan polisi terhadap buruh dalam aksi 30 Oktober lalu di Istana. Hal itu, dijelaskan Said, makin memperkuat solidaritas buruh dan tidak akan takut terhadap kekerasan polisi yang selalu mengatasnamakan negara dan hukum.‎

"Buruh tidak takut dan akan terus melanjutkan aksinya walaupun menghadapi kebrutalan dan kekerasan polisi, sampai presiden Jokowi mencabut PP Nomor 78/2015 dan duduk bersama tripartit merumuskan kembali kebijakan upah," tegas dia.

Setidaknya ada empat poin yang menjadi tuntutan buruh dan sebagai alasan untuk melakukan aksi mogok nasional tersebut. Ini daftarnya:

1. Dicabutnya PP Nomor 78/2015 tentang Upah,

2. Menolak formula kenaikan upah minimum, yakni inflasi ditambah produk domestik bruto (PDB),

3. Menuntut kenaikan upah minimum 2016 berkisar Rp 500 ribuan (kenaikan 25 persen),

4. Berlakukan upah minimum sektoral di seluruh kabupaten/kota dan provinsi dengan besaran kenaikan sebesar 10-25 persen dari UMP/UMK 2016.

"Karena yang dibutuhkan bukan hanya kepastian kenaikan upah, tapi kesejahteraan upah layak dengan negosiasi tripartit di dewan pengupahan (UU Nomor 13/2003)," ujar Said Iqbal. (Yas/Ahm)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya