Dolar AS Jadi Ancaman Terbesar Ekonomi Global Tahun Depan

Berbagai perusahaan dan pemerintahan di negara-negara berkembang meminjam dana dalam bentuk dolar AS.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 25 Nov 2015, 12:57 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2015, 12:57 WIB
20150923-Dollar-Naik-Jakarta
Seorang teller menunjukan mata uang dollar di konter penjualan mata uang di Jakarta, Rabu (23/9/2015). Pada perdagangan pagi hingga siang ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, New York - Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun terakhir, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menyatakan siap menaikkan suku bunganya.

Sementara pada saat yang sama, bank-bank sentral besar di seluruh dunia masih tengah berusaha membangkitkan perekonomiannya setelah program Quantitative Easing yang dilakukan The Fed secara bertahap.

Melansir laman Business Insider, Rabu (25/11/2015), normalisasi suku bunga The Fed kemungkinan akan menjelma menjadi pasar besar untuk dolar. Penguatan dolar AS merupakan masalah besar terhadap utang berdenominasi dolar AS dalam jumlah besar yang dimiliki negara-negara di luar AS.

"Tren (penguatan dolar AS) tersebut dapat menjadi pemicu krisis finansial global berikutnya," ungkap pakar finansial ternama John Mauldin.

Dia menerangkan, suku bunga rendah di AS selama beberapa tahun terakhir telah memicu pinjaman dolar AS dalam bentuk besar di seluruh dunia. Hal tersebut banyak menimpa negara-negara berkembang.

Data dari Bank of International Settlements menunjukkan, terdapat utang senilai US$ 9,7 triliun berdenominasi dolar AS di luar negara adidaya tersebut. Nilai itu terus melonjak naik dari US$ 5,6 triliun pada akhir 2008.

Berbagai perusahaan dan pemerintahan di negara-negara berkembang meminjam dana dalam bentuk dolar AS karena tersedia dengan suku bunga sangat rendah. Hampir mendekati nol.

Dengan peningkatan nilai tukar dolar AS, maka harga yang harus dibayar setiap negara menjadi jauh lebih tinggi. Kondisi tersebut juga membuat banyak perusahaan tenggelam dalam utang berjumlah besar.

Selain itu, menurut Mauldin, penguatan dolar AS dapat menjerumuskan para kreditor internasional ke dalam proses pembayaran utang yang pelik. Kondisi tersebut, akan menjadi konsekuensi terbesar dari penguatan dolar AS akibat normalisasi suku bunga yang ditenggarai The Fed.

Sekadar informasi, hingga saat ini, Gubernur The Fed Janet Yellen masih menanti saat yang tepat untuk menaikkan suku bunga AS. Semua tergantung pada perkembangan pasar tenaga kerja dan peningkatan inflasi mencapai target dua persen.

Sementara para pelaku pasar yakin The Fed akan mulai menaikkan suku bunga akhir tahun ini.(Sis/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya