Yuan Jadi Mata Uang Tandingan Dolar AS, Ini Hikmahnya Buat RI

Neraca perdagangan Indonesia dengan China masih mengalami defisit hingga US$ 12,82 miliar sepanjang Januari-Oktober 2015.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Des 2015, 17:15 WIB
Diterbitkan 01 Des 2015, 17:15 WIB
20150813-Yuan China Bikin Geger Dunia Keuangan
Petugas menghitung lembaran 100 yuan di cabang China Construction Bank di Hai'an, provinsi Jiangsu, 10 Agustus 2015. Langkah Bank Sentral China menurunkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS langsung membuat pelaku pasar ketakutan. (REUTERS/China Daily)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pengukuhan renminbi atau yuan menjadi mata uang internasional akan sangat menguntungkan Indonesia. Ini waktunya bagi Indonesia mendorong ekspor ke Negara tersebut.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, dampak renminbi masuk ke basket mata uang dunia bersama dolar AS, yen, euro, pound sterling, maka nilai yuan akan mengalami penguatan dibanding mata uang lain termasuk Indonesia.

"Kalau yuan menguat, harga barang kita yang diekspor ke sana akan jauh lebih murah. Orang China berbondong-bondong beli barang kita yang harganya murah, jadi membantu ekspor kita," terangnya di kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/12/2015).


Sementara dengan penguatan renminbi akibat menjadi mata uang dunia, kata Sasmito, akan mengerek harga jual produk China yang diekspor ke negara lain.

"Barang China jadi lebih mahal, termasuk yang diekspor ke Indonesia. Jadi kita bisa mengurangi impor, kecuali China banting harga lagi, tapi kan banting harga ada batasnya," paparnya.

Dengan memacu ekspor produk bernilai tambah dan mengurangi ketergantungan impor dari China, akan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia-China. Pasalnya selama ini, neraca perdagangan RI-China tercatat mengalami defisit sangat signifikan.

"Neraca perdagangan kita dengan China bisa lebih baik kalau impor berkurang dan ekspor terdorong naik. Jadi kita sambut baik Yuan sebagai mata uang dunia, karena China merupakan mitra dagang terbesar RI," jelas Sasmito.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, neraca perdagangan Indonesia dengan China masih mengalami defisit hingga US$ 12,82 miliar sepanjang Januari-Oktober 2015. Total ekspor di periode tersebut tercatat sebesar US$ 11,01 miliar, lebih rendah dibanding impor US$ 23,82 miliar.

Khusus di Oktober 2015, ekspor Indonesia ke China sebesar US$ 1,09 miliar, sedangkan nilai impornya mencapai US$ 2,32 miliar. Sehingga ada defisit senilai US$ 1,22 miliar pada periode bulan kesepuluh ini. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya