Realistiskah Target Pajak Tahun Depan?

Direktorat Jenderal Pajak dapat memaksimalkan setoran pajak karena didukung program pengampunan pajak (tax amnesty) dan data perpajakan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Des 2015, 14:44 WIB
Diterbitkan 04 Des 2015, 14:44 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Liputan6.com, Jakarta - Pengamat perpajakan sekaligus Managing Partners CITASCO, Ruston Tambunan menilai asumsi penerimaan pajak sebesar Rp 1.360,1 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 terlampau tinggi. Target ini kurang realistis melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada tahun depan. 
 
"Kalau lihat jumlahnya sih tidak realistis ya, karena ketinggian sehingga perlu direvisi," ujar Ruston saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (4/12/2015). 
 
Kalaupun pemerintah tetap mempertahankan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.360,1 triliun pada 2016, Ruston optimistis Direktorat Jenderal Pajak dapat memaksimalkan setoran pajak karena didukung program pengampunan pajak (tax amnesty) dan data perpajakan yang lebih baik. 
 
"Jika tax amnesty berhasil, maka basis wajib pajak akan naik. Ini jadi tantangan bagi Ditjen Pajak. Apalagi tahun depan ada penegakkan hukum, data wajib pajak semakin kaya. Kalau effort sungguh-sungguh, target bisa dikejar," terangnya. 
 
Ditemui terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution masih bungkam terhadap target penerimaan pajak yang dipatok tahun depan apakah realistis atau tidak. "Ya nanti saja itu urusannya lebih berat lagi jawabnya," papar Darmin. 
 
Sementara itu, dengan tingginya target penerimaan pajak sekitar Rp 1.360 triliun dalam APBN 2016, muncul kekhawatiran bahwa Dirjen Pajak setelahnya akan bernasib sama dengan Sigit di tengah ketidakpastian ekonomi dunia tahun depan. 
 
"Jika kepemimpinan kuat dan taktis, saya yakin hasilnya bisa berbeda. Faktor kepemimpinan sangat menentukan konsolidasi dan koordinasi," ucap pengamat perpajakan Yustinus Prastowo. 
  
Sigit Priadi Pramudito sebelumnya menyebut, pertumbuhan alamiah penerimaan pajak ditaksir sanggup terkumpul sekitar Rp 1.280 triliun ‎dari proyeksi di APBN 2016 sekitar Rp 1.360 triliun. Sementara sisanya berasal dari upaya ekstra yang diharapkan mengantungi lebih dari Rp 70 triliun.
 
"Target tahun depan sudah memasukkan skema tax amnesty berjalan. Tax amnesty harus jalan di tahun depan. Kalau DPR tidak mau inisiatif, kami yang inisiatif," tegas Sigit.
 
Dia memperkirakan, potensi penerimaan pajak dari skema tax amnesty yang berjalan tahun depan dengan tarif tebusan 4 persen di semester I 2016 dan semester II sebesar 6 persen‎, mencapai Rp 60 triliun.
 
"Dari dana yang terparkir di luar negeri dan bisa masuk ke Indonesia, potensinya Rp 2.000 triliun. Jika dikenakan pajak 3 persen yang berasal dari tarif tebusan tax amnesty November-Desember 2015, maka bisa terkumpul Rp 60 triliun," ia menerangkan.
 
Sementara dari fasilitas pajak, berupa revaluasi aset atau penilaian kembali aset tanah dan bangunan perusahaan, Sigit mengaku, Ditjen Pajak dapat menghimpun tambahan pendapatan negara ‎sebesar Rp 10 triliun. Revaluasi bukan hanya dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja, tapi juga perusahaan swasta lain.
 
"PT Bank Central Asia Tbk sudah hitung-hitungan revaluasi. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk merevaluasi asetnya Rp 6 triliun. Kalau pajaknya 3 persen, sudah berapa tuh potensinya," ucapnya. (*)
 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya