Jurang Orang Kaya dan Miskin RI Lebih Buruk dari Negara Ini

Ketimpangan antara orang kaya dan miskin‎ meningkat dari 0,30 persen (2000) menjadi 0,41 persen (2014) dan melebar tahun ini 0,42 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Des 2015, 12:28 WIB
Diterbitkan 08 Des 2015, 12:28 WIB
Beginilah Aktivitas Warga Miskin Di Pinggiran Jakarta
Kehidupan di Kampung Dadap, sebagian besar warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Mata pencarian mereka sebagian besar menjadi nelayan, Banten, sabtu (6/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia mempunyai peluang besar menjadi negara makmur sedunia. Sayangnya, ramalan baik ini harus terganjal kondisi ketimpangan antara orang kaya dan miskin (rasio gini) yang kian melebar di Republik ini.

Bahkan, rasio gini tersebut diklaim lebih buruk dari Ethiopia, negara yang masuk dalam jajaran negara termiskin di dunia.

Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves, ‎mengungkapkan Indonesia mengalami kemajuan cukup pesat dengan rata-rata pertumbuhan 5,4 persen per tahun. Namun
‎ketimpangan antara orang kaya dan miskin‎ meningkat dari 0,30 persen (2000) menjadi 0,41 persen (2014) dan melebar di tahun ini 0,42 persen.  

"Ketimpangan ini berdampak negatif menghalangi pertumbuhan ekonomi nasional dengan risiko peningkatan ‎konflik sosial karena terlalu banyak masyarakat Indonesia yang tertinggal. Potensi mereka yang hilang juga menghilangkan potensi Indonesia sebagai negara paling makmur di dunia," ujar Chaves di Ballroom XXI Djakarta Theater, Jakarta, Selasa (8/12/2015).

Potensi tersebut harus diiringi dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia hanya menginginkan keadilan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan rentan miskin dan miskin saat masyarakat kelas menengah ke atas menikmati kemajuan maupun pertumbuhan negara ini.


"Sebab rasio gini kita sama dengan Negara Pantai Gading dan Uganda, tapi lebih buruk dari India dan Ethiopia‎. Masyarakat Indonesia terjebak dalam pekerjaan kasar berpenghasilan rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi rendah dalam beberapa tahun terakhir," ia menjelaskan.

Bank Dunia melaksanakan proyek penelitian yang menyelidiki masalah ini dan menemukan empat sebab utama, meliputi: ‎ pertama, ketimpangan peluang. Kedua, pekerjaan yang tidak merata. Ketiga, tingginya konsentrasi kekayaan serta terakhir, ketahanan ekonomi rendah.  

Data Bank Dunia menunjukkan segelintir warga Indonesia meraup keuntungan lewat kepemilikan aset keuangan yang kadang diperoleh melalui korupsi, sehingga mendorong ketimpangan menjadi lebih baik saat ini dan di masa depan.

"Kalau ketimpangan terabaikan akan menimbulkan bahaya sangat besar, sehingga pemerintah didesak mengambil langkah untuk menurunkan ketimpangan," ujarnya.

‎Caranya, kata Chaves, antara lain memperbaiki pelayanan publik di daerah, menciptakan lapangan kerja lebih baik dan peluang melatih keterampilan bagi tenaga kerja, memastikan perlindungan dari guncangan dan penggunaan pajak maupun anggaran negara untuk mengurangi ketimpangan‎ saat ini dan di masa mendatang.

"Dengan upaya ini, saya yakin Indonesia bisa menjadi negara tanpa ada kemiskinan ekstrem dan kesejahteraan semakin meluas," ujar Chaves. (Fik/Nrm)**

** Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya