DPR Belum Sepakat Soal Dana Ketahanan Energi

DPR menawarkan dua opsi sumber dana ketahanan energi kepada pemerintah.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Jan 2016, 19:00 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2016, 19:00 WIB
20151224-Jelang awal tahun 2016, Pemerintah Akan Turunkan Harga BBM
Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Jelang awal tahun 2016, Pemerintah memutuskan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII DPR tampaknya masih belum merestui adanya pungutan dana ketahanan energi (DKE) yang akan diterapkan mulai 5 Januari 2016 bersama dengan berlakunya harga baru bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Yudha mengatakan, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara DPR dengan pemerintah terkait mekanisme pungutan DKE. Lantaran mekanisme pungutannya sendiri tidak diatur dalam Undang-undang (UU) energi.

"Justru di dalam UU 30 tahun 2007 tentang Energi pasal 29 dan pasal 30 itu tidak secara eksplisit menyebutkan bagaimana mekanisme pemungutan dari masyarakat terhadap dana ketahanan energi.  Yang ada adalah bagaimana kita mendanai energi baru dan terbarukan pengembangannya didanai dari depletion premium. Dari uang yang dihasilkan oleh SDA kita yang tidak terbarukan. Dalam hal ini adalah fossil fuel, minyak dan gas," ujar dia di Jakarta, Sabtu (2/1/2015).

Satya menuturkan, komisi VII DPR bersama pemerintah sebenarnya telah membahas DKE ini dengan berbagai macam opsi, namun belum ada kesepakatan dana tersebut dipungut dari masyarakat pada setiap BBM yang dibelinya.

Namun dirinya telah menawarkan dua opsi sumber DKE ini. Selain dipungut dari masyarakat, dana ini juga sebenarnya bisa diambil dari hasil eksplorasi minyak dan gas (migas) perusahaan tambang di Indonesia.

Kewajiban perusahaan tambang untuk menyetorkan DKE sebesar 5 persen dari hasil eksplorasi dan itu bersumber dari APBN.

"Jadi bukan memungut atau meminta partisipasi dari masyarakat. Kalau pemerintah menginginkan, itu kita bisa menempuh dua jalan.

Pertama, pada waktu pembahasan APBN-P nanti kita menyisihkan anggaran penerimaan dari sektor migas disisihkan 5 persen untuk dikembangkan pengembangan energi alternatif. Itu berarti dari APBN," jelas dia.

Atau opsi lain, lanjut Satya, yaitu dengan tetap memungut dana tersebut dari masyarakat. Opsi ini sebenarnya tidak sepenuhnya merugikan masyarakat. Karena dengan adanya pungutan ini juga diharapkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam rangka keberlanjutan energi di dalam negeri.

"Kedua, kita meminta partisipasi masyarakat dan kesadaran masyarakat karena itu untuk anak cucu kita. Karena pada dasarnya migas dan batu bara akan habis, outlook BBPT dari batu bara akan bertahan tidak lebih dari 20 tahun dari sekarang, lantas migas pasti akan mengalami hal sama. Maka untuk mempertahankan supaya tidak tereksploitasi terus dan kita bisa menggunakan energi alternatif, maka partisipasi dari masyarakat menjadi hal yang sangat dimungkinkan," tandas dia. (Dny/Ahm)

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya