Bank Dunia: Ekonomi Dunia Diperkirakan Tumbuh 2,9%

Inisiatif Trans Pacific Partnership diperkirakan dapat mendorong perdagangan di kawasan Asia Timur.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Jan 2016, 11:45 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2016, 11:45 WIB
Bank Dunia (World Bank).
Bank Dunia (World Bank). (Foto: Reuters)

Liputan6.com, Washington - Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini bakal di kisaran 2,9 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2015 yang tercatat 2,4 persen. Kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi di negara-negara maju.

Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim menjelaskan, perlambatan yang berlangsung di sejumlah negara berkembang diperkirakan akan menghambat upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan pemerataan kemakmuran, karena negara-negara yang sama sebelumnya berperan besar dalam pertumbuhan dunia sepanjang dekade terakhir.

Efek tidak langsung dari perkembangan di beberapa negara ini akan mempengaruhi pertumbuhan di negara-negara berkembang lainnya dan dapat mengancam prestasi yang telah tercapai dalam upaya pengentasan kemiskinan.

“Lebih dari 40 persen dari penduduk miskin dunia berada di negara-negara berkembang dimana pertumbuhan melambat sepanjang 2015,” katanya seperti dikutip dari laporan Bank Dunia, Jumat (8/1/2016).

"Negara berkembang sebaiknya berfokus pada situasi pelemahan ekonomi dan berupaya melindungi kaum yang paling rentan. Lanjutan upaya reformasi tata kelola pemerintahan serta dunia bisnis dapat membantu, serta juga menekan dampak dari perlambatan ekonomi di negara-negara maju.” tambahnya.

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan lebih rendah dari yang diharapkan pada 2015, ketika harga-harga komoditas jatuh, perdagangan dan arus kapital menurun, dan berbagai gejolak finansial mempengaruhi perekonomian dunia.

Pertumbuhan yang lebih kuat tahun ini akan tergantung pada momentum di negara-negara maju, stabilisasi harga komoditas dan transisi gradual di China terkait model pertumbuhan yang lebih bertumpu pada konsumsi dan sektor jasa.

Pertumbuhan negara berkembang
Sekelompok aktivis lingkungan memuji langkah pemerintah Delhi, India, yang secara drastis mengurangi jumlah kendaraan pribadi.
Laju pertumbuhan di negara berkembang diperkirakan sebesar 4,8 persen pada 2016, lebih rendah dari harapan namun lebih baik dari 4,3 persen saat pasca krisis tahun lalu. Pertumbuhan di China diperkirakan akan terus melambat, sementara Rusia dan Brazil diperkirakan tetap dalam resesi pada 2016.

Kawasan Asia Timur diproyeksikan positif, diawali dengan India. Inisiatif Trans Pacific Partnership diperkirakan dapat mendorong perdagangan.

“Ada perbedaan besar antara performa negara-negara berkembang. Dibandingkan enam bulan lalu, kini lebih banyak resiko, terutama yang terkait kemungkinan perlambatan yang tak tentu arah di negara-negara maju,” kata Wakil Presiden dan Ekonom Utama Bank Dunia Kaushik Basu.

“Kombinasi dari kebijakan fiskal dan bank sentral bisa menolong dalam mencegah resiko dan mendukung pertumbuhan.” lanjutnya.

Meski kemungkinannya kecil, negara-negara berkembang yang besar dapat mengalami pelemahan yang lebih cepat, kemungkinan ini dapat memperburuk situasi global. Risiko lain termasuk tekanan finansial akibat kebijakan siklus pengetatan Federal Reserve A.S dan peningkatan resiko geopolitik.

“Pertumbuhan yang kuat di negara-negara maju hanya akan melemahkan sebagian resiko di negara-negara berkembang,” kata Direktur Bank Dunia untuk Prospek Ekonomi Ayhan Kose. “Jangan lupa juga, tetap ada resiko guncangan finansial di era baru dimana biaya meminjam jadi lebih mahal.” tuturnya. 

Prakiraan Asia Timur dan Pasifik
(Foto: Liputan6.com)
Pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan terus melambat, ke angka 6,3 persen pada 2016 dari angka 6,4 persen pada 2015, sedikit di bawah prakiraan.

Pertumbuhan di China diproyeksikan terus menurun, ke angka 6,7 persen pada 2016, melemah dari prakiraan sebelumnya, yaitu 6,9 persen untuk tahun 2015.

Pertumbuhan kawasan, di luar China diperkirakan di sekitar 4,6 persen pada 2015, tak banyak berubah dari angka 2014, seiring dengan pertumbuhan lemah di beberapa negara pengekspor komoditas seperti Indonesia dan Malaysia, namun diikuti dengan pertumbuhan positif di Vietnam dan pemulihan moderat di Thailand.

Sejumlah risiko termasuk pelemahan yang lebih cepat dari prakiraan di China, kemungkinan baru akan pergolakan pasar finansial dan kondisi pengetatan finansial yang mendadak. (Fik/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya