Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap meringankan beban pengusaha maupun kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di industri minyak dan gas (migas). Hal ini sebagai kebijakan antisipasi pelemahan harga minyak dunia yang menembus di bawah US$ 30 per barel.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menilai tekanan terhadap harga minyak dunia adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Pasalnya, terjadi kelebihan stok minyak dari Iran setelah pencabutan sanksi embargo.
"Kalau ada yang bisa kita lakukan untuk meringankan industri migas, bisa, tapi intinya problem-nya ada di harga (minyak yang turun)," ujar Bambang di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Saat ditanya lebih jauh mengenai kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah untuk membantu beban industri migas dalam menghadapi persoalan tersebut, termasuk dampaknya kepada efisiensi dan pemutusan hubungan kerja (PHK), Bambang tidak menjawab.
Terpisah, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta, mengungkapkan industri migas nasional dan negara lain tengah murung akibat harga minyak dunia yang terus merosot.
"Implikasi harga minyak dunia yang turun memberi tekanan ke penerimaan negara serta pengeluaran pengembalian biaya operasi atau cost recovery. Jadi, memang harus ada kalkulasi secara matang antara sisi penerimaan dan cost recovery," dia menjelaskan.
Baca Juga
Pemerintah, kata Arif, perlu membahas terkait pengembalian biaya operasi dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan (hulu) migas. Tingginya cost recovery mengakibatkan penurunan pendapatan migas, sehingga anggaran negara pun berkurang. "Kalkulasi ini sedang dilakukan pemerintah," ucapnya.
Mantan Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan ini menilai gejolak harga minyak dunia saat ini merupakan suatu anomali atau keanehan karena harga minyak dunia sudah berada di titik terendah.
"Cuma berapa lama bertahan kita tidak tahu, tidak bisa prediksinya. Tapi kalau dilihat dari pelepasan sanksi embargo ke Iran, penurunan harga minyak dunia diperkirakan lebih lama. Tapi pemerintah sudah punya skenario yang terbaik," kata Arif.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), I Gusti Nyoman Wiratmaja, sebelumnya mengatakan pemerintah saat ini sedang fokus untuk menghindari terjadinya PHK besar-besaran di sektor hulu migas di Indonesia. Turunnya harga minyak membuat beberapa perusahaan pencari migas atau KKKS harus melakukan efisiensi.
"Kami sangat konsen dengan keadaan di sektor migas saat ini. KKKS seperti Chevron dan sebagainya tersebut kami minta untuk tidak melakukan PHK besar-besaran," kata Wirat.
Pemerintah akan menawarkan insentif untuk menghindari PHK ke KKKS. Insentif tersebut diharapkan akan mengurangi beban perusahaan dalam menghadapi anjloknya harga minyak dunia.
"Dari situlah mereka butuh apa. Sekarang lagi diskusi ada yang minta tax holiday, ada yang minta moratorium eksplorasi dan sebagainya. Ini sedang kami bahas, supaya industri hulu tetap jalan," tutur Wirat.(Fik/Nrm)