Ini Alasan Buruh Kukuh Minta PP Pengupahan Dicabut

Pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 4,79 persen pada 2015 dikatakan karena melambatnya konsumsi masyarakat.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Feb 2016, 21:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2016, 21:00 WIB
Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terus meminta pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Adanya PP tersebut menjadikan upah Indonesia berada jauh dari kata layak hingga berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tenaga kerja.

Presiden KSPI‎ Said Iqbal mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 4,79 persen pada 2015 karena melambatnya konsumsi masyarakat.

Perlambatan konsumsi ini dipicu daya beli masyarakat yang menurun sebagai akibat dari kenaikan upah dianggap tidak signifikan.

"Pertumbuhan yang melambat dan konsumsi melambat diakibatkan daya beli menurun itu instrumen upah, tidak bisa kita nilai dari instrumen lain. Misalnya hari ini kita punya gaji Rp 1 juta bisa beli mie instan 5 biji, saat gaji naik Rp 1,5 juta, tapi cuma bisa beli mie instan 5 biji. Itu berarti upah kita secara riil turun," ujarnya di Jakarta, Sabtu (6/2/2016).


Said menjelaskan, saat pertumbuhan ekonomi hanya mencapai Rp 4,79 persen‎ pada 2015, sumbangan dari konsumsi masyarakat hanya sebesar 48 persen. Sedangkan saat pertumbuhan ekonomi 6,2 persen pada 2012, sebesar 63 persen disumbangkan dari konsumsi masyarakat.

"Pertumbuhan ekonomi 4,7 persen itu akibat konsumsi rendah, konsumsi hanya menyumbang 48-55 persen terhadap pertumbuhan. Padahal saat 6,2 persen, sumbang dari konsumsi ‎63 persen. Fakta ini menjelaskan konsumsi penting dalam pertumbuhan ekonomi. Konsumsi tinggi kalau daya beli tinggi, daya beli tinggi kalau upah layak bukan upah murah," dia menjelaskan.

Selain itu dengan kenaikan upah yang signifikan, lanjut Said, mampu mendorong penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Contohnya, saat kenaikan upah DKI Jakarta sebesar 42 persen pada 2012 dan 30 persen pada 2013, terjadi kenaikan jumlah pekerja formal 13 juta orang.

"Faktanya saat kenaikan upah DKI pada 2012 sebesar 42 persen, dan 2013 sebesar 30 persen yang terjadi daya beli masyarakat, dan itu mendorong pertumbuhan ekonomi dan tidak ada PHK. Malah ketika upah naik di 2012 dan 2013 pekerja formal bertambah dari ‎20 juta jadi 33 juta," dia memungkasi. (Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya