Liputan6.com, Jakarta - Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali mengungkapkan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah sektor seperti minyak, otomotif, elektronika bahkan hingga farmasi
Tak tanggung-tanggung, KSPI yang digawangi Said Iqbal ini menyebutkan total 10.000 orang buruh bakal diberhentikan oleh perusahaan yang tak kuat lagi menahan beban ekonomi.
"Dugaan kami yang sudah ter-PHK lebih dari 10 ribu orang dalam kurun waktu Januari-Maret. Kalau ini dibiarkan sampai akhir tahun, jumlahnya akan sama dengan tahun lalu. Pada 2015 yang ter-PHK sudah 50 ribu orang," kata Said Iqbal pekan lalu.
Advertisement
Pemerintah, bukan membantah terjadi efisiensi di sektor tersebut. Namun jumlah yang disebut buruh dinilai mengada-ngada. Pemerintah memperkirakan jumlah yang di-PHK tak sampai demikian banyak.
"Tidak ada PHK massal ya, yang ada rasionalisasi yang kemudian karena perpindahan lokasi," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Ya tentu saja (ada yang di PHK), tapi jangan bilang massal,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution menambahkan pada kesempatan lain.
Bahkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga membantah terjadi PHK. "Tidak ada itu (PHK). Mereka belum melakukan itu. Belum ada laporan ke kita soal itu," ujar Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri (P3HI) Kemnaker Sahat Sinurat.
Jumlah yang dikatakan Said Iqbal itu juga diragukan oleh pihak perusahaan yang disebutkannya. Perusahaan mengatakan tak ada PHK masal dalam jumlah tersebut. Sekali pun ada, mereka adalah buruh kontrak alias bukan buruh tetap, dan jumlahnya tak banyak.
Di balik kabar PHK yang sudah beredar liar ini, angin segar berhembus. Investasi baru yang masuk masih bergairah dan hal tersebut linear dengan penyerapan tenaga kerjanya. Ada investasi baru otomatis tenaga kerja baru akan terserap. Jumlahnya, jauh lebih besar dibanding total PHK yang digaungkan oleh kalangan buruh.
Ketua Staf Ahli Ekonomi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sofjan Wanandi mengatakan hal tersebut.
"Investasi swasta yang ekspansi maupun penanaman modal baru memang besar, apalagi belanja modal pemerintah. Ini yang bisa diandalkan untuk penyerapan tenaga kerja. Sekarang saja, industri semen sedang memacu kapasitas maksimal untuk memenuhi permintaan," jelasnya.
Lebih jauh diakui Sofjan, dengan optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3 persen-5,5 persen di tahun ini, penciptaan lapangan kerja dipastikan besar jika mengacu pada kenaikan 1 persen pertumbuhan ekonomi menyerap 250 ribu tenaga kerja.
"Penyerapan tenaga kerjanya bisa lumayan besar, karena ada investasi baru maupun ekspansi meskipun buruh yang dipakai butuh keterampilan dan skill yang berbeda. Misalnya Panasonic restrukturisasi pabrik lighting jadi produk LED, pasti butuh tenaga kerja yang sesuai dengan peralihan teknologi ini," terang Sofjan.
1,43 juta orang dapat pekerjaan
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, pada periode Januari hingga Desember 2015, investasi yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 545,4 triliun. Angka tersebut juga dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja yang mencapai 1,43 juta orang.
Kepala BKPM, Franky Sibarani mengungkapkan, realisasi investasi pada 2015 sebesar Rp 545,4 triliun meningkat 17,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian realisasi investasi tersebut melampui target 2015 sebesar Rp 519,5 triliun atau sebesar 105 persen.
Komposisi realisasi investasi terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) meningkat 15 persen sebesar Rp 179,5 triliun, sementara Penanaman Modal Asing (PMA) naik 19,2 persen sebesar Rp 365,9 triliun," jelas Franky.
Realisasi investasi sepanjang Januari-Desember 2015, kata Franky dapat menyerap tenaga kerja 1.435.711 orang, naik 0,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2014 sebesar 1.430.846 orang.
Khusus di luar Jawa, realisasi investasi pada 2015 menyerap tenaga kerja sebesar 612.026 orang. Angka ini naik 15 persen dari posisi 2014 sebesar 529.464 tenaga kerja.
Penyerapan tenaga kerja tersebut merupakan buah dari peningkatan nilai investasi di luar Pulau Jawa yang mencapai Rp 249 triliun atau meningkat 16 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi jumlah proyek investasi, kenaikan lebih signifikan mencapai 119 persen dari 3.421 proyek menjadi 7.506 proyek.
Penyerapan tenaga kerja di luar Jawa naik 15%
"Komposisi realisasi investasi terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) meningkat 15 persen sebesar Rp 179,5 triliun, sementara Penanaman Modal Asing (PMA) naik 19,2 persen sebesar Rp 365,9 triliun," jelas Franky.
Realisasi investasi sepanjang Januari-Desember 2015, kata Franky dapat menyerap tenaga kerja 1.435.711 orang, naik 0,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2014 sebesar 1.430.846 orang.
Khusus di luar Jawa, realisasi investasi pada 2015 menyerap tenaga kerja sebesar 612.026 orang. Angka ini naik 15 persen dari posisi 2014 sebesar 529.464 tenaga kerja.
Penyerapan tenaga kerja tersebut merupakan buah dari peningkatan nilai investasi di luar Pulau Jawa yang mencapai Rp 249 triliun atau meningkat 16 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi jumlah proyek investasi, kenaikan lebih signifikan mencapai 119 persen dari 3.421 proyek menjadi 7.506 proyek.
"Ini merupakan dampak yang positif dari pemerataan investasi yang tersebar di luar Pulau Jawa, sehingga nantinya seiring dengan berkembangnya daerah-daerah di luar Pulau Jawa, tenaga kerjanya juga akan tersebar ke daerah-daerah lokasi investasi tersebut," ujarnya.
Proporsi investasi di luar Jawa 2015 mencapai 45,6 persen, lebih tinggi dibandingkan proporsi tahun sebelumnya sebesar 43 persen. Pada 2016, BKPM menargetkan proporsi realisasi investasi luar Jawa mencapai 49 persen.
"Ini sesuai dengan konsep Indonesia-sentris yang menekankan pentingnya pemerataan tidak lagi hanya di Jawa atau bahkan di pusat (Jakarta)," kata dia.
Penyerapan tenaga kerja di luar Jawa tersebut berkontribusi sebesar 42 persen dari total penyerapan tenaga kerja 1.435.711 orang, yang diperoleh dari total investasi di 2015.
40 perusahaan padat karya serap 189 ribu orang
Perusahaan padat karya peserta program investasi menciptakan lapangan pekerjaan yang diluncurkan pemerintah juga banyak menyerap tenaga kerja. Hingga 2019 nanti, ditargetkan 40 perusahaan ini bisa menyerap 189 ribu tenaga kerja.
Di 2015 kemarin, 40 perusahaan ini bisa menyerap tenaga kerja hingga 21.383 orang atau 52,4 persen dari target yang sebesar 39.504 orang.
Dia menjelaskan, pada tahun lalu penyerapan tenaga kerja paling besar terjadi di Jawa Tengah yaitu sebesar 13.458 orang.
Kemudian ikuti Jawa Timur sebanyak 4.227 orang, Bali, 1.200 orang, Papua 786 orang, Jawa Barat 700 orang, Maluku Utara 500 orang, Nusa Tenggara Barat (NTB) 308 orang, Papua Barat 131 orang, Nusa Tenggara Timur (NTT) 100 orang, dan Maluku 73 orang.
Sedangkan pada periode 2016, dari 40 perusahaan itu, ditargetkan penyerapan tenaga kerja mencapai 65.970 orang. Kemudian pada 2017 ada penyerapan 41.325 orang, 2018 ada penyerapan 24.415 orang dan 2019 akan ada penyerapan 13.565 orang.
Sehingga secara secara total pada periode 2015-2019 ditargetkan ada penyerapan tenaga kerja sebesar 184.779 orang dari 40 perusahaan yang melakukan investasi baru.
Kereta cepat serap 39 ribu pekerja
Mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa menyerap puluhan ribu tenaga kerja. Manajemen PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) menyatakan proyek senilai US$ 5,5 miliar tersebut akan menyerap 39 ribu tenaga kerja saat proses pembangunan sekitar tiga tahun.
"Dalam perhitungan kami, walau pun kereta cepat teknologi tinggi, untuk prasarana sarana contoh pondasi kita butuh tenaga kerja konvensional. Perhitungan kami 3 tahun membutuhkan 39 ribu tenaga kerja diharapkan dari lokal," Direktur Utama PT KCIC Hanggoro Budi Wiryawan.
Dia mengatakan kereta cepat sendiri diharapkan menjadi alternatif transportasi selain jalur tol dan kereta reguler. Terlebih jalur tersebut diperkirakan semakin padat.
"Kereta cepat program untuk menatap kebutuhan sampai 50 tahun depan, meski ada jalan tol dan kereta api. Tol sudah padat. Kalau 2-3 tahun akan lebih padat apalagi 50 tahun ke depan," tambahnya.
Penyerapan tenaga kerja lebih banyak ketimbang PHK
Meski tak menampik ada PHK, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyebut, data yang disebutkan buruh tidak valid. Lagipula menurutnya, penyerapan tenaga kerja lebih banyak dibanding dengan PHK yang ada.
"Gini, prinsip PHK itu, pasti ada, kaya orang mati juga pasti ada. Tapi lapangan pekerja dan penyerapan itu lebih banyak dari PHK-nya. kalau ada yang bilang ada PHK maka sini bawa ke saya untuk diklarifikasi, by name by address," ujarnya.
Dia menyatakan, pada prinsipnya pemerintah akan mendorong agar perusahaan-perusahaan di dalam negeri menjadi PHK menjadi pilihan terakhir. Namun demikian, jika terpaksa harus melakukan PHK maka terlebih dahulu harus dirundingkan dengan serikat pekerja atau pekerja yang bersangkutan.
"Kalau kita berharap tidak ada PHK, Jangan ada PHK. Kalau karena satu dan lain hal harus ada yang PHK, maka kita minta didialogkan bipartit dengan serikat kerja setempat. Nah kalau sudah ada kesepakatan dengan serikat pekerjanya maka, kemudian PHK boleh dilakuakan. Maka haknya harus dipenuhi sesuai dengan aturan dan kesepakatan dengan serikat pekerjanya," jelasnya. (Zul/Ndw)