Pemerintah Dukung Pembangunan Kilang Mini

Kilang mini dinilai akan lebih efisien bila dibangun di mulut sumur minyak.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 20 Feb 2016, 14:30 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2016, 14:30 WIB
Kilang Minyak Pertamina
(Foto: Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan kilang mini dinilai menjadi alternatif pembangunan kilang yang lebih murah. Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya mendukung rencana pembangunan kilang mini.

Menko Maritim Rizal Ramli menegaskan, pembangunan kilang mini dapat memangkas ongkos biaya produksi sebesar 50 persen. Dengan demikian, Ia menilai lebih efisien karena tidak melewati jalur distribusi yang cukup panjang mengingat posisi kilang minyak yang berdekatan dengan mulut sumur.

"Pemerintah mendorong adanya kilang mini di Indonesia karena ini akan menekan harga hingga 50 persen dengan rincian hemat biaya tanker 20 persen, margin keuntungan 10 persen tax 10 persen dan asuransi 10 persen," kata Rizal Ramli, di Jakarta ditulis Sabtu (20/2/2016).

Kilang jenis ini cukup dengan biaya pembangunan sebesar US$ 50 – US$ 150 juta untuk kapasitas 6.000 sampai dengan 18.000 barel per hari. Dengan membangun 10 kilang mini misalnya, bisa mendapatkan kapasitas hampir 100.000 – 200.000 barel per hari dengan biaya investasi yang jauh lebih rendah, jika dihitung secara proporsional per barelnya.

Kilang mini akan lebih efisien bila dibangun di mulut sumur minyak, dibandingkan jika minyak mentah diangkut dan diolah di kilang di tempat lain.

Apalagi jika produk akhir BBM didistribusikan untuk daerah sekitar.  Dengan demikian, kilang mini akan mendatangkan lebih banyak keuntungan termasuk memperkuat ketahanan energi daerah.

Payung Hukum Pembangunan Kilang Mini

Pengamat Mini Refinery Plant (MRP), Muhammad E. Irmansyah menyatakan, saat ini penting bagi pemerintah untuk membuat payung hukum pembangunan kilang mini, termasuk menentukan formula harga mulut sumur.

"Harga minyak mentah di mulut sumur menjadi kunci dari keberhasilan MRP yang mendekati mulut sumur," ujar Irmansyah.

Payung hukum ini, menurut Irmansyah, diharapkan mampu memberi rasa aman bagi investor menanamkan modalnya di Indonesia. Mengingat sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur bisnis kilang berkapasitas kecil.

Irmansyah menambahkan, pengembangan kilang mini akan memberikan dampak positif bagi daerah. Dia merujuk pada penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada soal keberadaan kilang mini milik PT Tri Wahana Universal (TWU) di Bojonegoro, Jawa Timur.

Menurut penelitian UGM yang dilakukan Maret 2015, multiplier effect pengoperasian kilang minyak TWU pada 2014 mampu memberikan nilai tambah ekonomi sebesar Rp 1,3 triliun di tingkat Kabupaten Bojonegoro, Rp 2,6 triliun di tingkat Provinsi Jawa Timur, dan Rp 9,8 triliun secara nasional.

Dia mengatakan, bila dihitung terhadap penduduk per kapita, maka multiplier effect nilai tambah pengoperasian kilang mini TWU sekitar Rp 896 ribu per kapita di kabupaten Bojonegoro, Rp 139 ribu di level provinsi Jawa Timur, dan Rp 40 ribu di tingkat nasional.

"Penelitian tersebut menunjukkan hasilnya adalah sangat positif bagi masyarakat dan pemerintah daerah sekitarnya," kata Irmansyah.

Sayangnya, sejak 15 Januari 2016 kilang mini TWU di Bojonegoro tidak berproduksi lantaran belum mendapatkan alokasi dan formula harga minyak dari pemerintah setelah berpindahnya lokasi titik serah dari EPF/Early Production Facility ke CPF/Central Processing Facility di lapangan Banyu Urip. (Zul/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya