Dukung Efisiensi Perbankan, OJK Bakal Keluarkan Aturan Baru

Industri perbankan perlu melakukan efisiensi agar dapat bersaing di pasar bebas ASEAN.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Feb 2016, 13:43 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2016, 13:43 WIB
20160219-OJK Gandeng KPK Berantas Korupsi di Sektor Keuangan
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad saat menjawab pertayaan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/02). Kerjasama untuk penanganan tindak pidana korupsi yang bersinggungan dengan lembaga jasa keuangan atau perbankan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong industri perbankan untuk melakukan efisiensi sehingga bisa memberikan bunga kredit yang rendah kepada nasabah. Industri perbankan perlu melakukan efisiensi agar dapat bersaing di pasar bebas ASEAN.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menjelaskan, sebagai wujud dukungan agar bank melakukan efisiensi, OJK akan mengeluarkan aturan baru. "Kami akan mengeluarkan peraturan yang memberikan insentif bagi mereka yang bisa mendorong efisiensi di tempat masing-masing‎, bentuknya Peraturan OJK," kata Muliaman di Hotel Borobudur, Senin (22/2/2016).

Muliaman memang belum terlalu rinci menyebutkan poin-poin mengenai insentif yang diberikan nantinya. Namun kisi-kisi yang diberikan insentif tersebut berupa kemudahan pendirian kantor cabang.

Peraturan ini dikatakan Muliaman sedang dilakukan pembahasan. "‎Rasanya dalam 3-4 minggu ini sedang kami siapkan mudah-mudahan bulan depan aturannya sudah keluar‎," tegas dia.

Mengomentari mengenai turunnya saham-saham perbankan di pasar saham, Muliaman mengaku‎ hal itu sebagai wujud dari sikap wait and see dari para investor.

Dikatakan Muliaman, dengan adanya efisiensi perbankan ini nantinya akan mendorong bunga perbankan semakin menurun, dan ini akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

‎"Termasuk sektor perbankan, jadi dengan tingkat suku bunga yang semakin rendah, karena BI juga kemarin memberikan kelonggaran, kemudian saya mendorong insentif, kita harapkan tingkat suku bunga bisa turun, ekonomi meningkat, menciptakan lapangan kerja, bagus bagi semua sektor jadi saya harap kita lihat nanti seperti itu dampaknya," terang Muliaman.

Sektor saham keuangan mencatatkan penurunan terbesar pada perdagangan Jumat lalu. Sektor saham keuangan turun 2,9 persen, disusul sektor saham infrastruktur merosot 2,42 persen, dan sektor saham aneka industri susut 1,81 persen. Investor asing pun banyak menjual saham perbankan pada hari ini. Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi jual sekitar Rp 495,5 miliar dari total transaksi Rp 1,9 triliun.

Harga saham-saham bank pun berjatuhan menjelang akhir pekan ini. Saham PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) turun 6,67 persen ke level Rp 98 per saham, saham PT Bank Artos Indonesia Tbk (ARTO) susut 5,93 persen ke level Rp 111 per saham.

Selain itu, saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ikut terseret ke zona merah. Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) susut 4,59 persen ke level Rp 5.200 per saham, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) tergelincir 4,17 persen ke level Rp 11.500 per saham, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melemah 3,6 persen ke level Rp 9.375 per saham.

Tak hanya itu, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melemah 2,99 persen ke level Rp 13.000 per saham, saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) merosot 2,74 persen ke level Rp 4.085 per saham, dan saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) menurun 2,24 persen ke level Rp 655 per saham.

Kepala Riset PT Bahana Securities Harry Su menuturkan, BI Rate turun menjadi tujuh persen seharusnya berdampak positif untuk mendorong saham-saham bank. "Akan tetapi ada berita net interest margin (NIM) akan dibatasi empat persen sehingga menetralisir dampak positifnya," kata Harry saat dihubungi Liputan6.com.

Sementara itu, Kepala Riset PT Universal Broker Securities Satrio Utomo mengatakan NIM bank yang akan dibatasi empat persen merupakan niat baik. Lantaran masyarakat dapat meminjam dana lebih murah. Hal itu dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, Satrio mengatakan, sisi lain bila NIM dibatasi maka itu dapat menggerus laba perbankan.

"Kalau melihat data NIM BCA sekitar tujuh persen, BRI itu masih tujuh persen, dan Bank Mandiri sekitar lima persen. NIM diturunkan maka laba bersih turun tetapi sisi lain dapat dana lebih besar," kata Satrio. (Yas/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya