Pemerintah Belum Putuskan Lokasi Fasilitas Blok Masela

Keputusan harus dibuat dengan sangat hati-hati mengingat besarnya skala dan kompleksitas proyek gas Blok Masela.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 23 Feb 2016, 12:17 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2016, 12:17 WIB
20151007-Rizal Ramli bahas blok Masela-Jakarta
Seorang melintas di depan layar peta usai pertemuan antara Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli dengan perwakilan masyarakat Maluku di Gedung BPPT, Jakarta, Rabu (7/10/2015). Pertemuan membahas Blok Masela. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum memutuskan lokasi pembangunan fasilitas pengelolaan gas produksi Blok Masela di tengah laut (offshore) atau di darat (onshore).

Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengatakan, Presiden masih mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan hal itu.

"Sampai saat ini, Presiden Jokowi belum memutuskan metode pembangunan Blok Masela apakah offshore atau onshore. Presiden masih mengkaji seluruh aspek Proyek Masela," kata Johan, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/2/2016).

Johan Budi mengatakan, keputusan harus dibuat dengan sangat hati-hati mengingat besarnya skala dan kompleksitas proyek gas Blok Masela.

Johan mengatakan Presiden mempertimbangkan berbagai aspek. Tidak hanya secara komersial dan teknis, tetapi juga sosial, budaya, ekonomi, hingga pengembangan kawasan setempat.


Mantan Juru Bicara KPK ini mengatakan, Presiden sudah mendengar berbagai masukan dan memahami argumen dari berbagai pihak. Baik yang berpendapat membangun kilang di laut maupun membangun kilang di darat.

"Perhatian utama Presiden adalah bagaimana masyarakat Maluku Selatan dan Maluku keseluruhan memperoleh manfaat secara maksimal, dari keberadaan proyek gas Masela tersebut. Tetapi tentu juga memberi manfaat yang maksimal bagi negara," ujar Johan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan pemerintah akan mengembangkan Blok Masela secara on shore. Salah satu pertimbangannya, lokasi pembangunan secara onshore lebih murah US$ 16 miliar, sementara secara offshore membutuhkan dana US$ 22 miliar.

"Keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak. Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effects serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” kata Rizal, Senin 22 Februari 2016. (Silvanus/Nrm)



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya