Khawatir Impor Naik, Pemerintah dan BI Kelola Penguatan Rupiah

Nilai tukar rupiah yang terlalu menguat akan memukul kinerja ekspor Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Mar 2016, 11:46 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2016, 11:46 WIB
Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Pergerakan positif ini justru menjadi perhatian khusus bagi pemerintah karena jika nilai tukar rupiah tidak sesuai fundamental maka justru akan berdampak negatif bagi perekonomian. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution usai menghadiri acara Mahkamah Agung mengungkapkan, pemerintah terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah agar bergerak sesuai dengan fundamental ekonomi. Beberapa analis menyebutkan bahwa nilai fundamental rupiah di kisaran 12.500 per dolar AS atau 12.700 per dolar AS, bahkan di bawah itu.

"Kami ingin rupiah bergerak sesuai fundamental. Ada yang bilang fundamental Rupiah 12.500 per dolar AS atau Rp 12.700 per dolar AS, atau kurang dari itu. Tergantung keseimbangan di tahun berapa. Rupiah terlalu lemah juga tidak bagus, terlalu kuat juga tidak bagus," jelasnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (7/3/2016).

Lebih jauh Darmin mengaku, nilai tukar rupiah yang terlalu menguat akan memukul kinerja ekspor Indonesia. Padahal Negara ini sedang berupaya menggenjot ekspor dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, penguatan rupiah justru akan mendorong pergerakan impor.

"Tapi ini semua tergantung, tidak statis karena negara di dunia bergerak melakukan kebijakan ada yang mendorong tingkat bunga di bawah inflasi sehingga negatif, tingkat bunga riil, dan lainnya," jelas Darmin.

Bagi pengusaha, katanya, paling penting adalah kestabilan nilai tukar. Jangan terlalu fluktuatif, cepat berubah supaya dapat menghitung biaya operasional perusahaan selama setahun, mengambil keputusan investasi, dan aksi korporasi lain yang sangat bergantung dengan stabilitas Rupiah.

Untuk itu, sambung Darmin, pemerintah mempunyai cara agar penguatan rupiah tidak berlebihan sehingga mengganggu ekspor Indonesia. Upaya tersebut membutuhkan kerjasama dengan Bank Indonesia (BI).

"Caranya harus kombinasi dengan BI, tidak bisa pemerintah sendiri saja. Instrumen pertama, BI bisa mengambil kebijakan dari tingkat bunga. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat bunga Surat Utang Negara (SUN) agar didorong ke bawah. Nanti ada pengaruhnya," jelas Darmin. 

Untuk diketahui, Mengutip Bloomberg, Senin (7/3/2016), rupiah dibuka di angka 13.032 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan pekan lalu yang ada di angka 13.131 per dolar AS.

Rupiah sempat menyentuh level 12.984 per dolar AS pada awal perdagangan namun kemudian kembali bergerak di kisaran 13.50 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah telah menguat 5,3 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.029 per dolar AS pada hari ini. Sedangkan pada 4 Maret 2016 lalu, rupiah berada di level 13.159 per dolar AS. (Fik/Gdn)


*Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya