KPPU Harap BUMN Masuk ke Industri Unggas

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menyatakan BUMN masuk ke industri unggas agar membuat bisnis di industri tersebut jadi lebih fair.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Mar 2016, 09:00 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2016, 09:00 WIB
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf 1
(Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Praktik kartel pangan kembali terendus Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kali ini kartel ayam yang menyeret dua perusahaan besar, yakni PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Emiten tersebut menguasai bisnis industri unggas dengan nilai Rp 450 triliun per tahun.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengadukan permasalahan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pada Senin malam 7 Maret 2016. Selama lebih dari satu jam, keduanya mencari solusi menghentikan praktik duopoli di Indonesia.

"Harga ayam naik turun lumayan ekstrem, kadang mahal sekali, kadang murah sekali. Kita bicarakan struktur perunggasan di pasar seperti apa, jadi kita sadar penguasaan pasar unggas sangat tinggi, ada 1-2 perusahaan besar yang menguasai," kata dia di kantor Kemenko Bidang Perekonomian.

Syarkawi menuturkan, Japfa dan Charoen menguasai nilai bisnis industri unggas dari hulu sampai hilir yang mencapai Rp 450 triliun setiap tahun. Angka ini, Ia mengakui merupakan jumlah sangat besar sehingga perlu diatur regulasi oleh pemerintah.

Karena itu, KPPU dan pemerintah memikirkan kebijakan jangka pendek dan menengah untuk menata industri unggas, supaya bisnis peternak mandiri berjalan baik, peternak kemitraan pun tidak mendapat perlakuan eksploitasi oleh perusahaan inti. 

"Jadi model bisnis yang kita pikirkan di industri unggas, khusus untuk melayani pasar domestik, pasar tradisional itu adalah peternak mandiri dan kemitraan. Nanti peternak kemitraan kita atur secara detail supaya tidak dieksploitasi perusahaan inti," jelas dia.

Sementara bagi perusahaan besar, sambung Syarkawi, tetap bisa bermain di bidang usaha peternakan, namun hanya untuk orientasi pasar ekspor. Artinya, Syarkawi menegaskan, perusahaan sekelas Japfa dan Charoen harus bersaing dengan sesama perusahaan besar di pasar ekspor, bukan dengan peternak mandiri dan kemitraan di pasar domestik.

"Menerapkan model bisnis ini butuh proses transisi, mungkin sekitar tiga tahun. Tapi dalam proses itu, perusahaan besar mulai berpikir masuk ke pasar ekspor. Jadi pasar tradisional diisi pasokan unggas dari peternak mandiri dan kemitraan. Perlu ada proses yang smooth supaya tidak menimbulkan gejolak di pasar," tutur Syarkawi.

Ia menjelaskan, peternak mandiri mengisi pasokan unggas ke pasar lokal dengan pangsa pasar 80 persen. Kemudian model atau struktur industri ini berubah besar-besaran paska revisi Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan menjadi UU Nomor 18 Tahun 2009.

Dengan kebijakan tersebut, perusahaan besar, seperti Japfa dan peternak afiliasi yang mulai masuk ke pasar budidaya perlahan tapi pasti merebut 80 persen pangsa pasar itu. Sedangkan peternak mandiri saat ini hanya kebagian kurang dari 20 persen pangsa pasar.

Perubahan struktur industri unggas, tambah Syarkawi, terjadi di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang ingin melipatgandakan konsumsi daging ayam dari 7 kg menjadi 15 kg per kapita per tahun.

Untuk meningkatkan konsumsi dua kali lipatnya, peternakan pun harus mampu melipatgandakan pasokannya, sementara peternakan rakyat belum mampu memenuhinya dalam kurun waktu lima tahun.

"Akhirnya dibuka peluang bagi peternak besar masuk ke budidaya. Dan ini justru mematikan peternak mandiri. Mulai sejak saat itu persoalan di industri unggas muncul," kata Syarkawi.

Ia optimistis, dengan perubahan struktur industri unggas ke model awal, akan melenyapkan praktik kartel ayam di Tanah Air. "Saya yakin bisa, karena ini dikelola dengan berbasis rakyat sesuai Nawa Cita Jokowi," ujar dia.

Hanya saja, lanjut Syarkawi, pemerintah dalam hal ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno harus melibatkan perusahaan pelat merah terjun ke bisnis industri unggas agar memuluskan masa transisi dan membangun kegiatan usaha yang sehat.

"BUMN ini penting masuk ke industri unggas, kemudian jadi perusahaan inti yang bermitra dengan perusahaan mandiri. BUMN membina peternak mandiri, sehingga bisa bersaing dengan peternak mitra binaan perusahaan besar, dan bisa lebih fair. Mudah-mudahan Bu Rini bisa cepat merespons, karena Negara tidak bisa berbuat apa-apa lantaran dikuasai perusahaan besar," kata dia. (Fik/Ahm)

 

Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya