Liputan6.com, Jakarta - Pendiri PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Arifin Panigoro bersiap mengakuisisi saham Perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS), PT Newmont Nusa Tenggara.
Dalam waktu dekat, Arifin mengaku bakal segera mengumumkan pernyataan resminya terkait rencana pembelian saham perusahaan tambang tembaga dan emas yang berada di Nusa Tenggara Barat tersebut.
Arifin menyebut akan membeli seluruh saham Newmont melalui Medco Energi, perusahaan minyak dan gas (migas) nasional miliknya. Namun dia tidak menyebut secara pasti, berapa nilai dana yang bakal dikeluarkan perusahaan untuk mencaplok Newmont.
Baca Juga
"Tunggu pengumumannya lah pokoknya diambil‎alih seluruhnya. Ya diresktruturisasi semua. Tenang saja enggak lama lagi (diumumkan). Saya kira minggu ini," kata dia di Jakarta, Selasa 5 April 2016.
Menurut Arifin, rencana ini telah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Orang nomor 1 di Indonesia itu pun disebut telah merestui akuisisi ini.
Membeli saham Newmont membutuhkan dana yang cukup besar sehingga Arifin berencana meminjam dari perbankan, salah satunya PT Bank Mandiri Tbk. Lalu berapa harta yang dimiliki Arifin Panigoro?
Mengutip data dari Majalah Forbes, nama Arifin Panigoro masuk dalam jajaran 50 orang terkaya di Indonesia. Pada 2015, Pria kelahiran Bandung 14 Maret 1945 ini mengantongi harta US$ 450 juta atau setara Rp 5,96 triliun (Kurs Rp 13.250 per dolar AS).
Advertisement
Sumber kekayaan alumni teknik elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) ini berasal dari perusahaan migas miliknya yaitu Medco. Namun tak hanya di bidang migas, Arifin melalui Medco Group juga menjalankan bisnis di bidang kelistrikan, perkebunan, pertanian hingga perhotelan.
Diversifikasi bisnis
Arifin mengaku, salah satu alasannya ingin mengakuisisi Newmont, sebagai upaya pengembangan perusahaan. Selama ini Medco bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi.
Medco juga mempunyai industri hilir yang memproduksi elpiji, distribusi bahan bakar diesel dan pembangkit tenaga listrik.
"Diversifikasi. Saya kira baik diversifikasi, karena minyak itu baru oke 2-3 tahun lagi. Lama. Kalau kita hanya rely on minyak saja berat menahannya. Kalau 2015 ini US$ 160 juta kita jeblok. Dua tahun lagi begitu ya bubar perusahaan," ungkap dia.
Oleh sebab itu, menurut dia, sangat penting bagi perusahaan untuk menambah lini bisnis. Bahkan untuk merealisasikan hal ini, Arifin mengaku tidak segan membangun pabrik pemurnian (smelter) seperti yang telah diatur pemerintah.
"Emas relatif stabil. Kalaupun turun tapi enggak sejeblok komoditi kayak batu bara. (Smelter) Itu harus. Itu kita sudah janji," tandas dia. (Ndw/Zul)